Penjaringan Calon Hakim Tingkatkan Kualitas Seleksi
JAKARTA, KOMPAS — Upaya untuk meningkatkan kualitas calon hakim agung mendesak dilakukan oleh Komisi Yudisial, terutama karena saat ini Mahkamah Agung menghadapi beban perkara yang cukup berat.
Mekanisme seleksi seperti yang dijalankan selama ini bisa ditingkatkan kualitasnya dengan pemetaan profil calon hakim agung yang diinginkan oleh KY, serta melaksanakan penjaringan yang ketat melalui kerja sama dengan pemerintah, MA, dan masyarakat.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeiP) Astriyani, Minggu (23/9/2018) di Jakarta, mengatakan, mekanisme perekrutan calon hakim agung yang dilakukan KY selama ini lebih banyak membuka kemungkinan bagi para pencari kerja. Alasannya, mekanisme yang ada tidak menampakkan profil atau sasaran calon hakim agung ideal sebagaimana yang ingin ditemukan oleh KY.
”Kami berharap KY bisa menampilkan atau menginformasikan profil calon hakim agung yang dicari seperti apa, dan apa saja yang sudah dilakukan KY untuk menjaring kandidat-kandidat itu sesuai dengan profil hakim yang diinginkan KY. Penjaringan itu idealnya dilakukan sebelum tahap seleksi di KY dilakukan,” kata Astriyani.
Penentuan profil itu penting untuk mengetahui karakter hakim yang diinginkan KY bisa ditempatkan di MA. Di sisi lain, penentuan profil diikuti pula oleh pemetaan atau pemantauan secara intensif yang dilakukan KY terhadap hakim karier ataupun hakim nonkarier yang dinilai layak menjadi calon hakim agung.
”Karena kalau tanpa penjaringan, ya, akhirnya hanya semacam sekumpulan pencari kerja saja yang mendaftar, dan kemudian diproses dalam seleksi,” ujarnya.
Dengan mengedepankan mekanisme penjaringn ini, menurut Astriyani, KY bisa bekerja sama dengan tiga pihak yang menurut Undang-Undang KY dapat mengusulkan calon hakim agung, yakni pemerintah, MA, dan masyarakat.
Dari masyarakat, misalnya, KY mengusulkan nama-nama tokoh yang bergerak di bidang hukum untuk mencalonkan diri dalam seleksi. Mereka sebelumnya tentu dipantau sedemikian rupa, dan dipastikan telah mendapatkan dukungan elemen masyarakat. Hal serupa perlu dilakukan untuk mendapatkan hakim agung dari jalur MA.
”Kalau dari jalur hakim karier, KY sebaiknya bekerja sama dengan MA. Misalnya, dengan menyodorkan nama-nama hakim terbaik dan berintegritas yang selama ini dipantau dan dipetakan oleh KY kepada MA. Selanjutnya, MA diharapkan bisa mendorong nama-nama hakim tersebut agar bisa mengikuti proses seleksi,” kata Astriyani.
Dengan pemetaan profil dan mekanisme penjaringan itu, nama-nama calon hakim agung yang diseleksi diharapkan bisa lebih berkualitas daripada sekadar mengandalkan mekanisme pendaftaran yang dilakukan KY selama ini.
”Secara logis, kalau dari awal mereka yang dijaring oleh KY dianggap layak menjadi hakim agung, seharusnya mereka lolos dalam tahap seleksi di KY. Namun, apakah mereka bisa lolos ataukah tidak dalam permintaan persetujuan di DPR, itu hal yang berbeda. Persoalan itu tentu sudah dipahami oleh setiap calon,” ujarnya.
Wakil Ketua KY Maradaman Harahap mengatakan, KY mengikuti ketentuan undang-undang dalam menyeleksi hakim agung. Upaya penjaringan itu sebagian telah mulai dijajaki oleh KY, antara lain dengan turun langsung ke sejumlah daerah mendorong tokoh-tokoh hakim ataupun akademisi yang dinilai layak. Sejumlah nama hasil penjaringan di daerah pun mulai muncul dalam seleksi kali ini, kendati sebagian besar adalah pendaftar di luar upaya jemput bola tersebut.
”Kami mengepresiasi banyaknya pendaftar dalam seleksi hakim kali ini. Berkaca dari hasil seleksi sebelumnya, KY belum bisa memenuhi permintaan delapan hakim agung yang diminta MA karena memang hasil tes seleksi mereka tidak memenuhi syarat. Kalau sudah tidak memenuhi, tentu tidak bisa dipaksakan, karena itu seperti jaminan mutu hakim,” katanya.
Tes kompetensi
Saat ini, KY telah mengumumkan 81 nama calon hakim agung yang lolos dari seleksi administrasi. Mereka yang lolos itu pun telah mengikuti tes tertulis atau kompetensi pada 19-20 September di Badan Pendidikan dan Latihan MA di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Dari 81 calon hakim agung yang lolos, hanya 80 yang mengikuti tes tertulis, dan seorang lainnya tidak mengikuti tes karena sakit.
Dalam tes tertulis itu, calon hakim agung diminta untuk menjawab soal-soal tertulis terkait dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), serta hukum acara sesuai dengan bidangnya.
Selain menjawab soal, mereka juga diminta membuat karya profesi. Bagi calon dari jalur karier, mereka diminta membuat putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan banding. Adapun untuk jalur nonkarier diminta untuk membuat makalah atau karya tulis dengan tema tertentu tanpa diperbolehkan membuka buku.
”Seleksi yang kami lakukan memang ketat karena setelah tes tertulis ini masih ada tes kepribadian yang meliputi juga integritas dan rekam jejak mereka. Tes integritas ini dilakukan dengan berkunjung ke tempat mereka bekerja, serta rumah mereka,” kata Maradaman.
Salah satu peserta seleksi calon hakim agung, Binsar Gultom, hakim Pengadilan Tinggi Bangka Belitung, mengatakan, tes kualitas yang diikutinya cukup berat karena betul-betul menguji pengetahuan hakim, tidak hanya dalam hukum acara, tetapi juga filsafat hukum, serta teori-teorinya.
”Tes yang diberikan menguji kami sebagai seolah-olah hakim agung. Misalnya, untuk membuat putusan dalam waktu 4-5 jam, itu tentu tidak mudah. Namun, sebagai peserta, kami mengapresiasi setiap proses yang dilakukan,” katanya.