Publik Pasif Tanggapi Daftar Pemilih
Publik masih pasif untuk merespons daftar pemilih yang dirilis Komisi Pemilihan Umum. Meski demikian, publik memiliki semangat tinggi untuk mengikuti Pemilu 2019.
Sikap pasif publik terhadap daftar pemilih ini terekam dalam jajak pendapat Kompas pekan lalu. Mayoritas responden (67,05 persen) mengungkapkan belum mengecek nama dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang telah diumumkan KPU.
Sikap pasif ini tersebar merata di sejumlah daerah di Indonesia. Sekitar dua pertiga responden di Pulau Jawa, misalnya, masih belum mengecek DPT. Hal serupa diungkapkan oleh 70,53 persen responden di luar Pulau Jawa.
Dari segi usia, ada 72,04 persen responden dari golongan generasi milenial belum memeriksa nama mereka di DPT. Hal senada terjadi di 64,36 persen responden dari generasi nonmilenial. Sementara dari sisi pendidikan, ada 72,03 persen responden berpendidikan sarjana yang belum mengecek namanya di DPT.
Padahal, KPU berharap publik aktif mengecek namanya di daftar pemilih. Maksudnya, agar semua orang yang punya hak pilih tercantum dalam daftar pemilih.
Pada 23 Juni lalu, KPU mengesahkan daftar pemilih sementara sebanyak 186,37 juta orang. Data itu lalu diperbaiki saat penetapan DPT, 5 September 2018. Pada tahap ini, sebanyak 187,78 juta orang masuk dalam DPT. Namun, penetapan ini dilakukan dengan beberapa catatan sehingga masih perlu ada perbaikan.
Daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) tahap I akhirnya ditetapkan KPU pada 16 September lalu. Total pemilih yang terdaftar pun berubah menjadi 187,10 juta pemilih atau berkurang sekitar 671.000 orang dibandingkan saat penetapan sebelumnya.
Informasi tentang daftar pemilih telah disebarkan KPU melalui media massa hingga tingkat RT dan RW. Namun, informasi ini belum diterima merata oleh publik. Sekitar enam dari sepuluh responden mengaku belum tahu adanya penetapan atau pengumuman daftar pemilih.
Sementara publik yang telah mengetahui penetapan DPT juga masih pasif mengecek nama mereka. Lebih dari separuh responden (51,20 persen) yang mengetahui penetapan DPT belum mengecek nama di laman KPU ataupun di RT/RW setempat.
Pemilih ganda
Sikap pasif ini dapat menjadi hambatan di Pemilu 2019. Pasalnya, masih ada pemilih yang terdaftar di lebih dari satu lokasi pemilihan.
Badan Pengawas Pemilu menemukan ada 1,4 juta data pemilih ganda. Sementara hasil jajak pendapat Litbang Kompas, sebanyak 6,82 persen responden menyatakan punya anggota keluarga yang terdaftar di lebih dari satu lokasi pemilihan.
Menariknya, data pemilih ganda ini sebagian besar ditemukan pada responden yang berada di Pulau Jawa. Tiga dari empat responden yang anggota keluarganya terdaftar sebagai pemilih ganda berasal dari daerah-daerah di Pulau Jawa.
Data pemilih ganda memang menjadi persoalan di setiap pemilu. Sebelum Pemilu 2014, KPU menemukan ada indikasi 914.448 data pemilih ganda. Hal yang sama ditemukan di Pemilu 2009. Saat itu data pemilih ganda ditemukan di beberapa daerah, seperti Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Pulau Jawa.
Hasil jajak pendapat Kompas, hampir separuh responden (49,08 persen) menilai data pemilih ganda masih akan ditemukan pada Pemilu 2019. Namun, sebagian responden (41,93 persen) lainnya optimistis bahwa data pemilih ganda dapat terselesaikan menjelang pemilu.
Selain pemilih ganda, saat ini juga ada responden yang belum terdaftar sebagai pemilih. Hal ini dikonfirmasi oleh 14,14 persen responden. Padahal, sembilan dari sepuluh responden yang belum tercantum dalam DPT telah punya KTP elektronik. Sekitar dua pertiga responden yang belum tercantum dalam daftar pemilih berasal dari sejumlah daerah di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Masih adanya responden yang belum terdaftar ini sejalan dengan fakta adanya perbedaan data antara DPTHP tahap I dan daftar pemilih potensial pemilu (DP4). Berdasarkan DP4 dari Kementerian Dalam Negeri, jumlah pemilih potensial untuk Pemilu 2019 mencapai 196,5 juta. Data ini terpaut 9,4 juta pemilih dibandingkan DPTHP tahap I.
Pendataan secara langsung ke masyarakat menjadi salah satu solusi untuk dapat memperbaiki data pemilih. Hingga pekan lalu, mayoritas responden (58,74 persen) mengaku belum didatangi petugas untuk proses pendataan terkait daftar pemilih.
Masih adanya data pemilih ganda dan responden yang belum terdaftar sebagai pemilih mengindikasikan data pemilih yang dirilis KPU masih memerlukan banyak perbaikan. Partisipasi publik sangat dibutuhkan agar perbaikan data pemilih dapat dilakukan optimal.
Antusias
Di tengah persoalan data pemilih, publik antusias mengikuti tahapan Pemilu 2019. Hampir semua responden (93,34 persen) menyatakan bersemangat terlibat dalam Pemilu 2019. Kondisi ini terutama disebabkan adanya pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebanyak 87,69 persen pemilih menganggap pemilihan presiden dan wakil presiden sebagai pendorong utama untuk mengikuti Pemilu 2019.
Antusiasme ini juga terekam dari masyarakat yang belum punya KTP elektronik. Sedikitnya ada 2,5 persen responden yang belum memiliki KTP elektronik. Dari jumlah ini, mayoritas (85,71 persen) bersedia mengurusnya demi mengikuti Pemilu 2019.
Akhirnya, publik memang masih pasif pada tahapan prapemilu. Namun, di sisi lain, publik menyadari bahwa terdaftar sebagai pemilih di pemilu punya arti penting. Bagi mereka, terdaftar sebagai pemilih melambangkan pengakuan negara terhadap hak dan eksistensinya sebagai warga negara (30,62 persen), dapat menjalankan haknya dalam pemilu (21,96 persen), dapat menyumbangkan suara untuk calon presiden/anggota legislatif/partai (14,48 persen), atau turut berperan dalam proses demokrasi (16,80 persen). Hal ini menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia.