JAKARTA, KOMPAS — Pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, tidak banyak menawarkan program dan visi-misi yang berbeda dibandingkan saat Pemilihan Presiden 2014. Program Nawacita II yang diusung Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019 sifatnya hanya melanjutkan program sebelumnya yang sebagian sudah dijalankan.
Meski demikian, ada perbedaan yang terlihat dari beberapa program terkait hak asasi manusia (HAM) yang pada Pemilu 2014 sempat menjadi salah satu fokus utama kampanye Jokowi-Jusuf Kalla dan mendapat porsi prioritas di Nawacita I.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/9/2018), mengatakan, tidak ada perbedaan signifikan antara visi-misi dan program Nawacita I dengan Nawacita II. Hal itu karena sifat kampanye Jokowi-Ma’ruf saat ini adalah melanjutkan visi-misi dan program yang dulu dikampanyekan Jokowi-Kalla dan kini sudah dijalankan.
Letak perbedaan hanya pada penggunaan kata, rumusan kalimat yang diperbarui, serta urutan program dan misi. Adapun fokus pertama program Jokowi-Ma’ruf masih pada peningkatan kualitas manusia atau pembangunan manusia.
”Boleh dikatakan saat ini tidak ada yang berbeda karena melanjutkan yang sebelumnya. Selama periode pertama ini Pak Jokowi mendengarkan masukan dan kritikan sehingga ke depan aspek yang selama ini dikritisi dan belum disentuh akan menjadi prioritas,” kata Arsul.
Di sisi lain, Jokowi-Ma’ruf juga akan memprioritaskan kelanjutan program yang saat ini sudah berjalan, antara lain pembangunan infrastruktur fisik, sosial, dan perlindungan sosial. Letak fokus kampanye adalah pada kesejahteraan masyarakat dan perlindungan sosial yang diturunkan dalam bentuk program-program yang disesuaikan dengan tiap daerah.
Dua kluster program yang relatif baru, ujar Arsul, adalah penguatan ekonomi keumatan yang sebenarnya merupakan kelanjutan ekonomi kerakyatan, serta penguatan lembaga pendidikan keagamaan dan pondok pesantren. ”Contoh implementasi program, misalnya ketercukupan anggaran yang lebih baik di sektor-sektor itu di periode kedua pemerintahan Pak Jokowi,” kata Arsul.
Penegakan HAM
Adapun perbedaan antara Nawacita I dan II tampak dari program-program di bidang penegakan HAM. Pada Pemilu 2014, Jokowi-Kalla dengan detail menjabarkan janji program-program untuk penegakan HAM dan penuntasan kasus pelanggaran HAM. Salah satunya, janji politik legislasi untuk menghapus sejumlah regulasi yang berpotensi melanggar HAM kelompok minoritas.
Pada Pemilu 2014, Jokowi-Kalla juga berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, yaitu kasus kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. Jokowi-Kalla juga mencantumkan janji merevisi Undang-Undang Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM.
Adapun pada Nawacita II untuk Pemilu 2019, Jokowi tetap mencantumkan sejumlah program yang sama terkait penegakan HAM, tetapi tidak sedetail Nawacita I. Jokowi juga masih berkomitmen melanjutkan penyelesaian yang berkeadilan terhadap kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, tetapi tidak lagi dijabarkan secara detail seperti Pemilu 2014. Jokowi juga tidak lagi mencantumkan janji merevisi UU Peradilan Militer ataupun program politik legislasi untuk penegakan HAM.
Terkait hal itu, Arsul mengatakan, nuansa Nawacita II cenderung lebih realistis untuk tidak mencantumkan pendekatan program yang terlalu detail karena secara obyektif itu cenderung sulit untuk dilaksanakan. Meski demikian, bukan berarti pemerintahan Jokowi ke depan tidak memperhatikan aspek penegakan HAM.
Ia mencntohkan, janji penyelesaian kasus HAM di masa lalu secara yudisial menghadapi banyak kesulitan seperti pembuktian yang cukup. ”Jika kita tekankan diselesaikan lewat proses hukum, sedangkan sulit dilaksanakan, masa mau dipaksa? Banyak pihak yang sudah tua atau bahkan tidak ada lagi. Maka kenapa tidak kita ajukan alternatif lain seperti rekonsiliasi atau penyelesaian lewat jalur non-hukum?” kata Arsul.
Relawan
Berbeda dari program dan visi-misi yang tidak banyak berubah, upaya pemenangan Pemilu 2019 akan lebih bertumpu pada kelompok relawan. Hal itu karena pileg dan pilpres pada 2019 dilaksanakan serentak sehingga partai dan calegnya harus foku smemperhatikan perolehan kursi sendiri di pileg. Oleh karena itu, pemenangan capres-cawapres di pilpres akan bertumpu pada relawan.
”Maka kehadiran relawan sekarang ini semakin penting karena akan ada yang tetap fokus mengawal pilpres 24 jam ketika partai dan caleg memikirkan perolehan suara sendiri,” kata Arsul.
Saat ini, Jokowi-Ma’ruf sudah didukung 420 kelompok relawan yang terverifikasi. Mereka terdiri dari kelompok relawan pada Pemilu 2014 yang kembali diaktifkan, kelompok relawan baru, maupun kelompok relawan Prabowo Subianto yang kini memutuskan mendukung Jokowi.