JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan agar pengawasan dana kampanye peserta pemilihan umum diperketat melalui pemberian kewenangan kepada Bawaslu untuk melakukan audit investigatif atau verifikasi faktual laporan dana kampanye. Penambahan wewenang itu rencananya akan dituangkan dalam rancangan Peraturan Bawaslu tentang Dana Kampanye.
Selama ini, laporan dana kampanye peserta pemilu cenderung bersifat administratif dan formalitas belaka. Partai politik, calon anggota legislatif, maupun calon presiden dan wakil presiden, tidak melaporkan pemasukan dan pengeluaran kampanye secara jujur dan utuh dalam laporan keuangan yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sering terjadi, partai atau calon hanya melaporkan Rp 500 juta, padahal sebenarnya keluar uang Rp 5 miliar sampai 10 miliar,” kata Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Atas dasar itu, Herman mengatakan, muncul usulan di internal Komisi II DPR agar pemantauan terhadap pemasukan dan penggunaan dana kampanye secara riil, diperketat.
“Sekarang tidak aturan yang baku dan ketat, tidak ada beban moral yang mengedepankan tanggung jawab partai dan calon,” kata Herman.
Selama ini, laporan dana kampanye peserta pemilu cenderung bersifat administratif dan formalitas belaka. Partai politik, calon anggota legislatif, maupun calon presiden dan wakil presiden, tidak melaporkan pemasukan dan pengeluaran kampanye secara jujur dan utuh dalam laporan keuangan yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Adapun saat ini, peserta pemilu melaporkan pemasukan dan pengeluaran dana kampanye ke KPU, yang mencakup Laporan Awal Dana Kampanye, Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye, dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye. KPU kemudian menunjuk kantor akuntan publk untuk mengaudit dana kampanye yang dilaporkan oleh peserta pemilu.
Herman mengatakan, dalam sejumlah rapat Komisi II DPR, muncul kritik atas audit dana kampanye yang hanya didasarkan pada laporan peserta pemilu. Kewajiban laporan dana kampanye yang hanya diserahkan ke KPU, tetapi tidak ke Bawaslu, juga dikritik. Sebab, hal itu membuat Bawaslu sulit melakukan pengawasan terhadap aspek dana kampanye partai dan calon.
“Muncul usulan, kenapa Bawaslu tidak diberi domain untuk melakukan audit investigasi terhadap laporan keungan masing-masing peserta,” ujar Herman.
Sebelumnya, Bawaslu berencana menyusun Peraturan Bawaslu tentang Dana Kampanye untuk lebih proaktif mengawasi pemasukan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu di Pemilu 2019. Dengan demikian, pertanggungjawaban dana kampanye peserta pemilu tidak hanya berdasarkan audit laporan normatif, tetapi juga verifikasi faktual terhadap setiap aktivitas kampanye.
Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, setelah menerima salinan laporan dana kampanye, Bawaslu membandingkan isi laporan dana kampanye dengan aktivitas riil peserta pemilu selama kampanye. Pemantau Bawaslu dan Panwaslu di setiap tingkatan akan dikerahkan untuk mendata aktivitas peserta pemilu di lapangan.
Data-data riil itu nantinya dicek silang dengan pengeluaran yang dicantumkan peserta dan pasangan calon di laporan. Pengecekan bisa dilakukan melalui kerja sama dengan auditor, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Itu diharapkan dapat mencegah peserta pemilu berbohong dan memperhalus nominal pengeluarannya di laporan dana kampanye.
Keberatan
Namun, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Johnny G Plate keberatan jika Bawaslu diberi kewenangan seperti auditor.
“Audit bukan keahlian Bawaslu, tetapi kantor akuntan publik. Kenapa di regulasi pemilu dimintakan kepada kantor akuntan publik yang mengaudit laporan dana kampanye? Agar audit itu profesional. Jadi, percayakan saja kepada kantor akuntan publik tersebut,” katanya.
Dengan demikian, jika Bawaslu dipaksakan untuk bekerja seperti auditor, dia khawatir hasilnya tidak akan dipercaya peserta pemilu ataupun publik. “Bukan bidangnya (Bawaslu), (hasilnya) bisa menimbulkan ketidakpercayaan,” ujarnya.
Selain itu, tugas Bawaslu untuk mengawasi pemilu sudah berat. Tugas berat itu tak perlu lagi dibebani dengan tugas lain yaitu mengaudit dana kampanye dari peserta pemilu.
Tugas Bawaslu dalam konteks dana kampanye, dia melanjutkan, sebatas mengawasi atau memastikan kantor akuntan publik melaksanakan tugasnya. “Mengawasi apa audit oleh akuntan publik sudah dilakukan dengan betul atau tidak, itu saja,” tambahnya.
Mengenai kelemahan kantor akuntan publik yang auditnya hanya sebatas melihat kepatuhan normatif pelaporan dana tanpa disertai verifikasi faktual, Johnny menilai kantor akuntan publik memang bekerja sesuai standar akuntan publik. Standar tersebut memang tidak sampai mengecek kebenaran laporan dana kampanye dengan penggunaan riil-nya selama masa kampanye.
“Kalau mau cek (penggunaan dana kampanye) sampai ke lapangan, itu namanya audit investigasi. Itu bukan tugas dari akuntan publik,” tambahnya.