JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan siber bermodus penipuan transaksi keuangan semakin berkembang. Modus kejahatan itu tidak lagi sekadar menargetkan korban individu, tetapi juga perusahaan. Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI mengungkap jaringan internasional yang melakukan penipuan dengan meretas akun surat elektronik perusahaan.
Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Bareskrim Komisaris Besar Dani Kustoni menuturkan, pengungkapan kasus itu didasarkan pada laporan masyarakat mengenai adanya penyusupan ke dalam surat elektronik (surel) milik perusahaan Prima Shipping and Marine Service (PSMS) asal Turki, Juni lalu, yang dilakukan pemilik akun surel J.calleja@palumbo_it.com.
Akun surel itu mengatasnamakan diri sebagai perwakilan perusahaan Palombo yang berasal dari Italia. Kala itu, PSMS tengah menjalin kerja sama dengan Palombo untuk memperbaiki kapal.
Dalam komunikasi via surel itu, PSMS diminta untuk mengubah rekening tujuan pembayaran jasa perbaikan kapal itu. Akhirnya, pihak PSMS mengirimkan ongkos jasa sebesar 325.000 euro (sekitar Rp 5,1 miliar) ke rekening yang bukan milik Palombo.
”Laporan itu dilakukan karena korban menemukan IP address (alamat protokol internet) pelaku di Indonesia. Dari hasil penyelidikan, kami menemukan satu pelaku warga negara Nigeria yang dibantu tiga warga Indonesia,” ujar Dani, Jumat (5/10/2018), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Keempat tersangka itu ialah PCN (38), warga Nigeria, yang membuat akun palsu itu untuk berkomunikasi dengan korban. Kemudian, TY (38), istri PCN, warga Indonesia, yang membantu PCN membuat perusahaan fiktif bernama PT Pacific Market Linkes dan membuat rekening di Bank Mandiri. Dua lainnya, yakni TH (54) dan AK (54), membantu TY membuat rekening bank tersebut yang menjadi tujuan pengiriman uang dari sejumlah korban. Para tersangka ditangkap pada 5 Juli lalu di kawasan Jakarta Barat.
Dani menambahkan, tindak pidana itu telah dilakukan empat kali dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Selain PSMS yang asal Turki, keempat tersangka telah melakukan penipuan terhadap dua perusahaan asal Indonesia dan satu perusahaan dari Singapura. Dari perbuatan itu, tim penyidik mendapatkan uang sekitar Rp 7 miliar di dalam rekening milik perusahaan fiktif tersangka.
Pelaku utama
Meskipun telah menangkap empat tersangka, Dani memastikan pihaknya masih mencari satu pelaku utama yang berinisial FU yang berwarga negara Nigeria. FU memerintahkan PCN untuk beroperasi di Indonesia sekaligus menginstruksikan PCN untuk membuat surel palsu berdasarkan surel perusahaan yang ditargetkan.
”FU masih berada di Amerika Serikat. Kami menduga para pelaku adalah jaringan internasional yang bertempat di Indonesia,” kata Dani.
Kriminolog Universitas Indonesia, Kisnu Widagso, menilai, kehadiran sejumlah jaringan kejahatan transnasional berbasis dunia maya di Indonesia, terutama Jakarta dan Bali, disebabkan infrastruktur telekomunikasi Indonesia yang dianggap telah baik. Selain itu, para pelaku kejahatan siber juga menganggap Indonesia sebagai tempat ”aman” karena pengawasan internet yang masih lemah.
Kisnu mengungkapkan, Indonesia memiliki lebih dari 200 penyedia layanan internet yang memiliki jalur jaringan berbeda, sedangkan Amerika Serikat hanya memiliki empat penyedia layanan dunia maya. Pengawasan ketat terhadap penyedia layanan internet, lanjutnya, sulit dilakukan karena jumlah yang banyak serta selama ini tidak ada keluhan terkait dengan layanan yang digunakan untuk aktivitas pidana.
”Selain itu, para pelaku kejahatan itu juga menilai aparat hukum Indonesia masih lemah untuk mendeteksi kegiatan mereka. Oleh karena itu, kita perlu penguatan implementasi aturan hukum yang sudah ada,” ujar Kisnu.