Reformasi Manajemen Aparatur Sipil Negara Jadi Prioritas
Oleh
Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Reformasi manajemen aparatur sipil negara menjadi prioritas pemerintah dalam perekrutan tahun ini. Sejumlah masalah ingin dibenahi, di antaranya penyetaraan komposisi jabatan yang masih belum seimbang, peningkatan kapasitas ASN, dan penguatan pengawasan dalam sistem merit.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Dwi Wahyu Atmaji mengatakan, Indonesia ingin mewujudkan birokrasi berkelas dunia pada 2024. Namun, untuk mencapai tujuan itu, perlu ada reformasi birokrasi yang serius, terutama dalam sistem perekrutan calon pegawai negeri sipil.
“Reformasi manajemen di bidang ASN harus jadi prioritas. Peningkatan kualitas ASN tentu jadi fokus perhatian serius pemerintah. Jangan sampai kita merekrut orang yang salah. Kita harus benar-benar laksanakan seleksi ketat sehingga mereka yang lulus CPNS adalah calon-calon terbaik yang bisa memperkuat birokrasi kita," ujar Dwi yang hadir mewakili Menpan Syafruddin dalam diskusi "Serial Leader\'s Talk" di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Adapun, hingga kemarin malam, total akun pelamar CPNS mencapai 3.725.322, sedangkan yang telah memilih intansi sebanyak 2.290.820 orang. Seleksi CPNS tahun ini dibuka untuk 238.015 formasi di mana terbagi menjadi dua, yakni sebesar 186.744 formasi di daerah dan 51.271 formasi di pusat.
Menurut Dwi, pemerintah terus memperbaiki proses rekrutmen CPNS agar mendapatkan sumber daya manusia berkualitas. Kegagalan dalam proses rekrutmen akan berlanjut pada proses manajamen ASN di kemudian hari.
"Di masa yang lalu, proses memilih CPNS tidak dilakukan dengan benar sehingga dulu yang terekrut tidak yang terbaik. Sejak dua tahun terakhir, kami sudah mengarah perbaikan itu," tutur Dwi.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan dan RB Setiawan Wangsaatmaja menuturkan, komposisi ASN saat ini tidak seimbang sebab masih didominasi oleh jabatan pelaksana administrasi umum. Bahkan, ia menyebut, sekitar 70 persen ASN di kantor-kantor pemerintah saat ini adalah administrasi umum. Karena itu, pihaknya akan melakukan moratorium untuk pengisian jabatan itu.
"Komposisi masih belum baik. Ini sedang yang kami ingin ubah. Kami akan terima kecuali administrasi umum, tetapi selebihnya kami ingin mengisi tenaga teknis itu," ujar Setiawan.
Dari jumlah ASN sebanyak 4.351.490 orang, jabatan pelaksana administrasi umum sebesar 37,70 persen atau 1.643.535 orang. Sedangkan, jabatan fungsional lain, seperti tenaga kesehatan hanya 6,07 persen (264.305 orang), tenaga teknis 8,57 persen (372.740 orang), dan jabatan struktural 9,99 persen (434.588 orang).
Setiawan tidak dapat memastikan kapan moratorium itu akan dicabut. "Setidaknya, sampai komposisi ini cukup berimbang. Karena kalau dibiarkan, ini tidak baik untuk kemajuan birokrasi yang sudah bergerak ke arah teknologi informasi," katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaiam Negara (BKN) Iwan Hermanto menambahkan, dalam upaya peningkatan kualitas SDM, skema pendidikan dan pelatihan (diklat) juga perlu dipikirkan secara matang. Sebab, selama ini, mayoritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah hanya memiliki dua fokus diklat, yakni diklat prajabatan dan diklat prapensiun.
"Jadi di tengah-tengah masa jabatan ini tidak pernah ada diklat. Padahal, ASN itu adalah human capital investman. Instansi pusat dan daerah bertanggung jawab meningkatkan profesionalisme dan kompetensi dari apraturnya," ujar Iwan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Staf Kepredenan Moeldoko mengatakan, ada ketidakseimbangan, baik dari segi kuantitas, maupun kualitas, antara di daerah dan di pusat. Terkait hal itu, menurut dia, pelaksanaan sistem merit dalam birokrasi perlu diperbaiki.
"Ini \'merit system\' harus menjadi poin yang sangat penting. Jangan pakai \'pointing system\'. Kalau pake \'pointing system\' itu jadi mengubah budaya organisasi. \'Point system\' itu main tunjuk," ujar Moeldoko.
Moeldoko juga menambahkan, salah satu langkah pemerintah memperbaiki kualitas ASN yakni dengan mendorong rekrutmen melalui Computer Assisted Test (CAT). CAT merupakan metode seleksi lewat alat bantu komputer sehingga proses rekrutmen lebih transparan.
“Jadi, jangan percaya dengan percaloan karena semua pakai sistem. Mesin birokrasi dari waktu ke waktu harus menuju kepada perbaikan dan semakin bersih,” katanya.