JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilihan Umum mengawasi secara khusus kunjungan dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat ke daerah pemilihan di tengah masa kampanye Pemilihan Umum 2019. Anggota DPR ditengarai berpotensi menyalahgunakan fasilitas dan uang negara saat reses, sosialisasi empat pilar, dan kunjungan kerja untuk berkampanye sebagai calon anggota legislatif.
Masa kampanye Pemilihan Umum 2019 pada 23 September 2018 sampai 13 April 2019, bertepatan dengan jadwal empat kali masa reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 ke daerah pemilihan (dapil). Reses pertama anggota DPR di masa kampanye akan jatuh pada 27 Oktober 2018. Selain itu, saat ini pun, mereka juga sudah melakukan sosialisasi empat pilar MPR dan kunjungan kerja ke dapil masing-masing.
Untuk mencegah adanya penyalahgunaan fasilitas dan uang negara oleh caleg petahana untuk berkampanye, Bawaslu akan menempatkan pengawas di setiap kegiatan kunjungan caleg petahana. Pasalnya, kegiatan kunjungan anggota DPR ke dapil berupa reses, sosialisasi empat pilar MPR, langsung menyasar masyarakat konstituen yang merupakan pemilih mereka saat pemilu.
Dengan demikian, ada potensi kunjungan kedewanan itu dipakai pula untuk kesempatan berkampanye. ”Itu akan menjadi fokus pengawasan Bawaslu di masa kampanye. Jangan sampai reses dimanfaatkan untuk kepentingan berkampanye, undang-undang sudah jelas melarang soal itu,” kata Komisioner Bawaslu Dewi Pettalolo saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Larangan itu diatur dalam Pasal 280 Ayat 1 Huruf (h) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Pelanggaran terhadap ketentuan itu dianggap tindak pidana pemilu.
Lebih lanjut, Pasal 304 UU Pemilu juga mengatur, dalam melaksanakan kampanye, presiden-wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah, dilarang menggunakan fasilitas negara. Fasilitas negara yang dimaksud termasuk berbagai jenis fasilitas yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Jika terbukti anggota DPR aktif yang juga calon anggota DPR melanggar, itu bisa dikenai sanksi pidana,” kata Dewi.
Pada masa kampanye, beberapa anggota DPR yang mencalonkan diri kembali di Pemilu 2019 mengumpulkan modal kampanye antara lain dari sisa uang kunjungan kerja, reses, dan sosialisasi empat pilar MPR di dapil yang tidak dikembalikan ke kas negara.
Para anggota DPR yang menyebut diri ”pengumpul amplop coklat” itu mengaku bisa mengumpulkan hingga Rp 2 miliar dalam 1 tahun hanya dari hasil mengepul uang perjalanan dinas. Selain modal finansial, mereka juga mendapat insentif elektoral dan jejaring untuk kampanye pemilu dari intensitas kunjungan dinas DPR yang tinggi ke dapil menjelang pemilu (Kompas, 11/10/2018).
Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan, pengawasan dari Bawaslu sudah dimulai di beberapa daerah. Saat Arsul mengadakan sosialisasi empat pilar MPR beberapa waktu lalu ke dapilnya di Jawa Tengah X (Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen), ia mengatakan diawasi petugas Panitia Pengawas Pemilu tingkat kabupaten/kota atau kecamatan.
Para pengawas itu memantau konten pesan yang disampaikan saat kunjungan dinas agar tidak berbau kampanye, serta mengawasi pemberian uang dari anggota DPR ke peserta kegiatan. Arsul mengatakan, dalam kegiatan sosialisasi empat pilar, anggota MPR memang diberi alokasi anggaran untuk mengganti uang transportasi peserta sehingga ia harus menjelaskan kepada petugas bahwa ketika ia membagi uang kepada peserta, bukan berarti ia sedang melakukan politik uang agar dipilih saat pemilu.
”Yang diawasi bukan hanya soal bagi-bagi uang, melainkan sampai konten pesan yang saya sampaikan. Petugas pengawas hadir sejak saya bilang assalamualaikum (mengawali) sampai wassalamualaikum (mengakhiri),” katanya.