JAKARTA, KOMPAS - Kerja sama antara Komisi Pemilihan Umum, Kementerian Dalam Negeri, serta badan Pengawas Pemilu dan Badan Pengawas Pemilu amat dibutuhkan untuk memastikan daftar pemilih tetap Pemilu 2019 benar-benar berkualitas dan mampu melindungi hak konstitusional warga. Masyarakat juga perlu memanfaatkan fasilitas yang disediakan penyelenggara pemilu dan pemerintah untuk memastikan namanya masuk daftar pemilih.
Hingga pertengahan November mendatang, KPU masih berkesempatan memperbaiki daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) Tahap I yang ditetapkan pertengahan September lalu. Guna memperbaiki DPTHP Tahap I ini yang memuat 185,08 juta pemilih dalam negeri dan 2,02 juta pemilih di luar negeri ini, KPU menggelar gerakan melindungi hak pilih pada 1-28 Oktober ini. Gerakan itu untuk mengakomodasi warga yang berhak memilih tetapi belum masuk DPTHP.
Warga yang belum menemukan namanya dalam daftar pemilih yang ditempel di kantor kelurahan/desa, maupun melalui pengecekan secara daring di https://sidalih3.kpu.go.id/dppublik/dpsnik, bisa melapor ke KPU di kelurahan/desa. Namun, agar bisa terdaftar, warga sudah harus lebih dahulu punya KTP-elektronik atau surat keterangan pengganti KTP-el.
"Bagi warga yang belum rekam KTP-el, kami bisa membuatkan rekomendasi ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat untuk segera dilakukan perekaman,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) M Afifuddin saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (14/10/2018).
Dari 185,08 juta pemilih dalam negeri yang masuk DPTHP Tahap I, Bawaslu menemukan ada 501.678 data orang diduga ganda, serta 2,1 juta data invalid. Data invalid ini terdiri dari pemilih yang nomor induk kependudukan (NIK) maupun nomor kartu keluarga (NKK) kosong atau tidak standar.
Bawaslu sudah mengirimkan data tersebut ke jajarannya di kabupaten dan kota untuk dibahas bersama dengan KPU serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) setempat. Dengan demikian, diharapkan KPU di daerah bisa memperbaiki data pemilih, sedangkan Dinas Dukcapil setempat bisa memperbaiki elemen data pemilih berdasarkan administrasi kependudukan.
Tidak sinkron
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menuturkan, kecocokan data antara Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dan DPTHP Tahap I, saat ini hanya terjadi di 160 juta pemilih. Sementara data antara DP4 dan DPTHP Tahap I yang belum sinkron, ditemukan di 31,97 juta pemilih.
Ketidaksinrkonan ini terjadi, lanjut Zudan, antara lain karena ada pemilih yang kolom NIK kosong, tak memiliki data valid terkait tempat dan tanggal lahir, dan ada data pemilih yang masih memiliki NIK ganda.
Menurut Zudan, hal itu merupakan persoalan itu dapat diselesaikan dengan melakukan pemadanan kedua data. "Jïka nanti dilakukan pemadanan data, data KPU yang belum lengkap akan kami isi data dari kami," ujarnya.
Dia berharap, KPU dapat memberikan data hasil pencocokan dan penelitian (coklit) DPT ke Kemendagri, terutama terkait data penduduk yang meninggal. Hal itu sangat penting dalam pemadanan data.
Zudan berharap sinergi dalam proses pemutakhiran data itu dapat terwujud. Saat Pemilu 2014, Kemendagri sangat terbantu dengan proses coklit KPU yang pernah menemukan hampir 4,2 juta penduduk yang telah meninggal. "Sinergi ini akan sangat membantu. Pasalnya, kita bisa saling menukar data," ujarnya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil menyampaikan, sinergi antarpemangku kepentingan terkait DPT memang sangat dibutuhkan. KPU dan Kemendagri menjadi lembaga kunci yang harus bisa meverifikasi data pemilih.
“Waktu satu bulan ini masih cukup untuk perbaiki daftar pemilih jika masing-masing pemangku kepentingan punya cara pandang yang sama, yakni proses pemutakhiran daftar pemilih adalah upaya untuk melindungi hak warga negara,” katanya.