JAKARTA, KOMPAS - Media arus utama berperan penting menangkal maraknya peredaran ujaran kebencian di dunia maya. Untuk memberi kesadaran kepada masyarakat tentang masalah itu, diperlukan produk jurnalistik yang mampu meningkatkan literasi dan memberikan edukasi kepada publik.
Penasihat bidang komunikasi dan informasi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Lim Ming-kuok, menuturkan, era media sosial yang memberikan kebebasan setiap orang memproduksi dan menyebarkan informasi secara gratis mengakibatkan kerentanan terhadap hadirnya ujaran kebencian dan misinformasi. Untuk itu, media arus utama memiliki tugas ekstra karena tidak hanya dituntut untuk menyajikan berita sesuai fakta, tetapi juga diperlukan untuk memberikan kesadaran kepada publik.
”Media memiliki peran memberikan literasi kepada masyarakat untuk menemukan keseimbangan antara kebenaran sumber berita dan memenuhi rasa penasaran publik,” ujar Lim dalam satu sesi seminar internasional Indonesia-Uni Eropa yang bertajuk ”Peran Media dalam Melawan Ujaran Kebencian dan Disinformasi di Indonesia dan Uni Eropa”, Rabu (17/10/2018), di Jakarta.
Selain Lim, hadir sejumlah pembicara, seperti redaktur senior harian Kompas, Ninok Leksono; pengajar studi media Universitas Lorraine, Perancis, Tourya Guaaybes; Presiden Platform Ketahanan Kebebasan Informasi Spanyol Virginia Perez Alonso; dan anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi.
Menurut Ninok, ujaran kebencian merupakan fenomena dari setiap perhelatan pemilu di Indonesia. Menjamurnya ujaran kebencian di ranah publik tidak lepas dari pengaruh era post-truth yang menjadikan individu memercayai informasi apa pun yang mereka inginkan untuk dipercaya.
Di Indonesia, kata Imam, korban ujaran kebencian ialah pejabat publik, pimpinan perusahaan, tokoh dan pimpinan organisasi keagamaan dan politik, kepala sekolah, serta komunitas keagamaan. Pesan-pesan ujaran kebencian itu berupa tuduhan korupsi serta latar belakang etnik dan keagamaan. ”Tetapi, motif utama dari produksi ujaran kebencian dan misinformasi itu ialah masalah politik,” ujarnya.
Alonso pun menekankan perlunya kolaborasi antara regulasi hukum yang kuat dan peran media untuk memberikan literasi kepada publik dalam meredam ujaran kebencian. (SAN)