JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 85 pengadilan tingkat pertama akan diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Senin pekan depan di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Guna memenuhi kebutuhan pegawai untuk mengisi 85 pengadilan baru itu, 977 pegawai pengadilan disiapkan. Pendirian pengadilan baru itu merupakan dampak dari pemekaran wilayah di Tanah Air.
Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo mengatakan, peresmian 85 pengadilan baru itu dilakukan sebagaimana surat keputusan pemerintah yang dikeluarkan, tahun 2016. Namun, realisasi peresmian baru bisa dilakukan tahun ini.
Dari 977 pegawai pengadilan yang disiapkan MA, 238 orang di antaranya adalah hakim, dan 694 orang lainnya adalah pegawai kepaniteraan, dan kesekretariatan. Pegawai kepaniteraan meliputi panitera, panitera muda, dan juru sita. Adapun tenaga kesekretariatan meliputi sekretaris dan para kepala subbagian.
“Dari 85 pengadilan baru itu, 30 di antaranya adalah PN atau pengadilan umum, 50 adalah pengadilan agama, dua Mahkamah Syar’iyah, serta dua pengadilan tata usaha negara (PTUN),” kata Pudjo, Jumat (19/10/2018), dalam keterangan pers di Gedung MA, Jakarta.
Sebelumnya, Ketua MA Hatta Ali menegaskan komitmen MA untuk kian mendekatkan akses pencari keadilan terhadap pengadilan. Sebanyak 85 pengadilan negeri (PN) baru itu umumnya berada di daerah terpencil yang selama ini kesulitan mengakses keadilan lantaran belum ada pengadilan di wilayahnya. Pendirian 85 PN itu merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari dari pemekaran wilayah.
“Peresmiannya nanti tanggal 22 (22 Oktober 2018-red) di Kepulauan Talaud. Kenapa diadakan di sana, karena itu menjadi simbol daerah terluar atau perbatasan Indonesia yang jauh dari akses pengadilan. Dengan peresmian simbolis pengadilan baru di sana harapannya akan makin mendekatkan akses bagi pencari keadilan di daerah-daerah terpencil dan perbatasan terhadap layanan pengadilan,” ujarnya.
Serba terbatas
Dengan peresmian itu, 85 PN akan langsung beroperasi. Kendati demikian, sebagian dari pengadilan baru itu masih harus menumpang di bangunan atau gedung milik pemerintah daerah setempat lantaran gedung pengadilan masih dalam pembangunan. Fasilitas fisik lainnya pun masih sangat terbatas. Namun, peresmian dan pengoperasian 85 pengadilan baru itu tidak bisa ditunda lagi, lantaran SK dari presiden turun sejak tahun 2016.
“Pada saat peresmian itu, pengadilan sekaligus beroperasi atau bekerja. Bangunan fisik memang belum semuanya selesai. Ada yang dipinjami kantor kecamatan, atau salah satu kantor di kabupaten setempat. Tetapi di situlah kami memulai, meski dengan serba sangat terbatas. Harus dimulai karena ada tuntutan pencari keadilan. Sejak tahun 2016, SK keluar. Sudah cukup lama. Jadi kami harus melaksanakannya,” kata Hatta.
Menurut rencana, dalam peresmian Senin pekan depan, MA akan mengundang semua ketua pengadilan baru tersebut dalam kegiatan peresmian. Untuk penempatan hakim sendiri, Hatta mengatakan pihaknya telah melakukan promosi dan mutasi.
“Hakim-hakim yang jumlahnya banyak di suatu daerah akan kami kirimkan ke daerah yang kekurangan, termasuk panitera dan sekretariatnya, serta tenaga honorer,” ujar Hatta.
Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil mengatakan, pembukaan pengadilan baru itu merupakan mandat dari undang-undang.
“Setiap kabupaten/kota harus memiliki pengadilan, sehingga pembukaan pengadilan baru itu merupakan konseksuensi dari pemekaran wilayah. Setelah dibuka, pengadilan itu diharapkan bisa optimal dalam melayani warga pencari keadilan kendati fasilitas serbaterbatas,” ujarnya.