JAKARTA, KOMPAS - Meski tidak mengusung kadernya sendiri sebagai calon presiden atau wakil presiden, sejumlah partai politik tetap yakin akan mendapat keuntungan elektoral dari pasangan calon yang didukungnya. Beberapa partai pun mulai berupaya mendekatkan citranya dengan sosok cawapres yang tidak berasal dari partai tertentu untuk mendapat efek ekor jas.
Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera pada 17 September 2017 mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan agar anggota legislatif dari fraksi PKS mengoptimalisasi upaya untuk kampanye Sandiaga Uno di daerah pemilihannya masing-masing. Dalam surat yang ditandatangani Presiden PKS Sohibul Iman itu, tujuan optimalisasi itu untuk memperkuat gaung kampanye pilpres dan membangun efek ekor jas.
Untuk itu, setiap anggota Fraksi PKS diminta untuk mengkoordinasikan jadwal kampanye Prabowo-Sandiaga.
"Seluruh anggota Fraksi PKS kami minta untuk memberdayakan sumber daya yang dimilikinya untuk menginisiasi dan mengoptimalkan kampanye cawapres Sandiaga Uno di dapil masing-masing," demikian tertulis di surat edaran tersebut.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/10/2018) mengatakan, surat edaran tersebut adalah bentuk dukungan PKS sebagai partai koalisi pendukung terhadap Prabowo-Sandiaga. Jika ada anggota legislatif atau caleg yang tidak menjalankan, ada sanksi yang akan diberikan karena dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap keputusan partai.
Terkait optimalisasi kampanye yang dititikberatkan pada sosok Sandiaga saja, menurut Hidayat, itu disesuaikan dengan intensitas Sandiaga yang lebih sering turun berkampanye ke daerah dibanding Prabowo.
"Karena faktanya sekarang ini yang selalu turun ke lapangan kan Pak Sandiaga. Tetapi, konteksnya kemenangan ini bukan hanya milik Sandiaga saja, karena paslonnya kan Prabowo-Sandiaga," ujar Hidayat.
Namun, Hidayat membantah jika arahan itu merupakan strategi PKS untuk mendapatkan efek ekor jas dari figur Sandiaga sebagai cawapres. Menurutnya, PKS tidak pernah menggantungkan perolehan suaranya pada sosok capres atau cawapres. Ia mengacu pada beberapa pemilu sebelumnya, seperti Pilpres 2004 dan Pilpres 2014, di mana PKS juga tidak mengusung kadernya sebagai capres/cawapres.
"Meski tidak punya kader yang capres/cawapres, suara PKS tetap naik sendiri. Kami tidak pernah membasiskan capaian politik kami pada coattail effect," katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Hanura Herry Lontung Siregar mengatakan, Hanura juga meyakini akan mendapat dampak elektoral dari sosok Jokowi-Ma\'ruf, meski keduanya bukan kader Hanura. Seperti PKS, Hanura juga sudah menginstruksikan calegnya agar ikut berkampanye untuk Jokowi-Ma\'ruf. DPP, ujarnya, juga sudah melakukan hitung-hitungan dan membuat pertimbangan yang matang sebelum memutuskan berkampanye untuk Jokowi-Ma\'ruf.
"Kita semua caleg yang ikut di pileg otomatis akan mempromosikan juga capres-cawapres. Jadi kami percaya ini akan saling menguntungkan," ujarnya.
Isu terkait efek ekor jas ini, ujarnya, tidak perlu terlalu diperdebatkan. Pada dasarnya, pileg berkaitan dengan kualitas perseorangan caleg, bukan pasangan capres-cawapres yang diusung. "Jangan dibenturkan, kita koalisi sudah menyatu. Jadi apapun risikonya kita bersama-sama. Jangan diadu domba," ujarnya.