Masyarakat Diajak Pantau Media Massa Saat Pemilu 2019
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebebasan pers kerap dijadikan peluang pihak tidak bertanggung jawab untuk kepentingan politik praktis. Untuk itu, masyarakat diajak memantau konten media massa selama Pemilu 2019.
Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo mengatakan, masyarakat bisa melaporkan ke Dewan Pers jika ada yang dirugikan karena pemberitaan media massa selama masa Pemilu 2019. ”Nanti akan kami lihat, apa kesalahannya. Jika melanggar kode etik jurnalistik, akan kami beri teguran, kami surati perusahaan media,” kata Yoseph setelah menghadiri diskusi buku Atmakusumah Astraadmadja berjudul Pers Ideal untuk Masa Demokrasi di Jakarta, Senin (22/10/2018).
Ia mengatakan, Dewan Pers sudah membuat nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umun, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Penyiaran Indonesia terkait pemantauan penggunaan media massa untuk kepentingan politik praktis. Jika ada partai politik yang menyalahi aturan terkait penggunaan media massa pada masa kampanye, hal itu akan ditinjau dalam peraturan kampanye.
”Kalau pelanggaran pemilu, bisa jadi partainya yang dihukum. Bisa saja hak kampanye mereka dicabut. Pelanggaran akan dilihat dari peraturan pemilu. Untuk media massa, kita kembali ke kode etik jurnalistik,” katanya.
Yoseph mengatakan, jika ada siaran yang berlebihan dan merugikan masyarakat, hal itu akan dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Kemkominfo bisa melakukan pencabutan izin siar sesuai peraturan yang ada.
Tidak terverifikasi
Berkaca pada Pemilu 2014, kerap muncul media yang provokatif untuk menyerang dua kubu yang sedang bertanding dalam pemilu. Jika ada yang merasa dirugikan dengan konten media tersebut, masyarakat bisa melaporkannya ke kepolisian.
”Kalau itu bukan media massa yang terverifikasi Dewan Pers, biarkan saja media-media itu. Kalau mau tumbuh, silakan. Namun, kalau kontennya dirasa merugikan, laporkan hal itu ke polisi,” ujar Yoseph.
Dewan Pers sudah memberikan sekitar 2.200 daftar media massa yang terverifikasi Dewan Pers kepada institusi negara. Hal itu bisa dijadikan acuan jika ada yang merasa dirugikan terkait pemberitaan media massa. Namun, jika merasa dirugikan dengan konten media yang tidak terverifikasi Dewan Pers, hal itu bisa dibawa ke ranah hukum di luar Undang-Undang Pers.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan, tantangan media massa pada masa pemilu semakin berat. Beberapa pemilik media massa ada yang terlibat dalam politik praktis. Meski begitu, ruang redaksi tetap harus independen.
”Tantangan media saat ini adalah tidak menjadi media yang partisan karena pers sebagai pilar keempat demokrasi. Masyarakat harus dicerdaskan melalui produk jurnalistik yang berkualitas, artinya tidak partisan,” ujar Siti.
Mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraadmadja mengatakan, kebebasan pers yang sejati ialah yang sejalan dengan kebebasan berekspresi dan bermanfaat untuk masyarakat. Untuk itu, menurut dia, ruang redaksi harus dipimpin oleh wartawan utama agar memahami posisi media massa. Atmakusumah berharap, insan pers tetap mengedepankan kepentingan publik dalam membuat produk jurnalistik sekalipun pada masa Pemilu 2019. (E22)