JAKARTA, KOMPAS – Umat Islam diharapkan mampu menahan diri dan tidak tersulut provokasi terkait insiden pembakaran bendera hitam bertuliskan lafal tauhid pada perayaan Hari Santri di Garut, Jawa Barat, Senin (22/10/2018). Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan, bendera yang dibakar oknum Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama merupakan milik organisasi terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI.
Usai melakukan rapat koordinasi terbatas yang dihadiri Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Jaksa Agung HM Prasetyo, serta perwakilan kementerian, lembaga, dan organisasi keagamaan terkait, Selasa (23/10/2018), di kantor Kementerian Menkopolhukam, Jakarta, Wiranto menekankan, pembakaran dilakukan sejumlah oknum Banser NU karena penggunaan kalimat tauhid dalam bendera HTI.
Tidak hanya di Garut, tambah Wiranto, pada acara Hari Santri di sejumlah wilayah lain juga ditemukan kehadiran bendera HTI dalam acara itu, tetapi mampu terlebih dahulu diamankan dengan tertib. Atas dasar itu, ia meminta semua pihak untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh berbagai informasi provokatif.
“Untuk memperjelas masalah ini, klarifikasi dan pendalaman dilakukan Polri dan Kejaksaan Agung untuk menentukan penanganan selanjutnya berdasarkan peraturan perundang-undangan,” ujar Wiranto.
Lebih lanjut, ia juga telah berkomunikasi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai insiden itu. PBNU, lanjut Wiranto, menyesalkan pembakaran itu menimbulkan kesalahpahaman, padahal cara itu dilakukan untuk membersihkan pemanfaatan kalimat tauhid oleh HTI yang telah dilarang di Indonesia. Wiranto menekankan, sebagai organisasi keislamanan tidak mungkin Banser NU dengan sengaja membakar kalimat tauhid.
“Oleh karena itu, siapapun dan pihak manapun yang mencoba memanfaatkan situasi ini untuk hal negatif yang menganggu ketenangan masyarakat sama dengan telah mengkhianati pengorbanan para pendahulu, terutama para santri dan ulama yang telah berkorban untuk Indonesia,” katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menuturkan, Banser mendapat provokasi dari beberapa pihak yang berupaya memanfaatkan perayaan Hari Santri untuk menunjukkan eksistensi HTI. Penemuan bendera HTI yang berkalimat tauhid di upacara Hari Santri 2018, tambah Yaqut, ditemukan di lima kabupaten di Jawa Barat, yakni Garut, Bandung Barat, Tasiklamaya, Cianjur, dan Sumedang.
“Di tempat lain, penyusup pembawa bendera dan bendera HTI itu langsung diserahkan dan dibawa pihak kepolisian. Tetapi, di Garut, teman-teman Banser berupaya mengamankan kesucian kalimat tauhid dengan membakarnya,” ujar Yaqut.
Proses hukum
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, pihaknya telah memeriksa tiga saksi dari Banser NU yang muncul di video sebagai pembakar bendera itu. Sementara itu, tim kepolisian juga tengah mengejar pembawa bendera itu.
“Kami sudah mengetahui identitasnya. Ia (pembawa bendera) hadir dalam acara hari santri,” ujar Setyo.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengimbau kepada seluruh pimpinan organisasi keislamanan, tokoh agama, dan ulama untuk membantu mendinginkan suasana dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif. Ia berharap seluruh pihak menyerahkan permasalahan itu pada proses hukum yang tengah ditangani Polri.
Selain itu, Anwar menyatakan, MUI meminta kepada pihak yang telah melakukan pembakaran bendera untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan secara terbuka kepada umat Islam.
Terkait hal itu, Yaqut mengapresiasi MUI yang berupaya menjaga umat Islam agar tidak terjadi perpecahan. GP Ansor pun mendukung proses hukum yang dilakukan kepolisian. Akan tetapi, ia keberatan untuk memberikan permintaan maaf mengenai insiden itu.
“Minta maaf dialamatkan kepada siapa? HTI? Kami tidak akan meminta maaf kepada pihak yang ingin mengubah ideologi bangsa karena itu jelas bertentangan dengan perjuangan kami,” kata Yaqut. (SAN)