SAMARINDA, KOMPAS - Profesi dokter adalah profesi idaman para orang tua. Banyak pejuang kemerdekaan Indonesia juga berlatar profesi dokter. Namun, perkembangan teknologi juga memaksa dokter untuk ikut menyesuaikan diri.
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat hari dokter dalam pembukaan Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) di Samarinda, Kamis (25/10/2018). Hari Dokter Nasional diperingati setiap 24 Oktober.
Menurut Presiden, setiap orang tua selalu berharap putra-putrinya menjadi dokter. “Saya ingat orang tua saya dulu bilang ‘Lek, belajar yang pintar supaya jadi dokter’. Nggak pernah ‘Lek, belajar yang pintar supaya jadi insinyur’. Ya itu celakanya saya jadi insinyur. Tapi nggak celakanya ya, nggak. Tetap saya syukuri. Jadi apapun saya syukuri. Jadi insinyur, saya syukuri. Jadi Presiden, saya syukuri juga,” seloroh Presiden yang berlatar insinyur kehutanan itu.
Tak hanya profesi idaman, dokter juga kuat berperan dalam sejarah Indonesia. Tokoh-tokoh pejuang seperti dr Soetomo pendiri Boedi Oetomo, dr Tjipto Mangoenkoesoemo tokoh tiga serangkai pendiri Indische Partij, dr Wahidin Soedirohoesodo yang memperjuangjan pemuda-pemuda pribumi untuk menempuh pendudukan.
“Dokter-dokter pada saat itu membawa politik kebangsaan, politik kenegarawanan, politik dengan pemikiran besar sehingga saya tadi senang sekali Prof Ilham (Prof Ilham Oetama Marsis Ketua Umum IDI) menyampaikan kita ingin berubah, Pak. Itu yang saya tunggu! Akan saya ajak berubah. Karena ya kita memang harus berubah,” tambah Presiden.
Diingatkan bahwa perubahan global mencakup semua bidang, mulai politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Bila tak menyadari, tak mengikuti, tak memahami, dan tak mampu menyesuaikan diri, tentu kita tertinggal. Apalagi, McKenzie Global Institute menyebutkan perubahan dalam revolusi industri keempat ini sampai 3.000 kali lebih cepat ketimbang revolusi industri pertama.
Demikian juga dunia kedokteran. Karenanya, ajakan Prof Ilham, lanjut Presiden, saya sambut secepat-cepatnya.
Sebelumnya, dalam sambutannya, Prof Ilham menyampaikan perlu ada perubahan cepat. Salah satunya pada upaya menurunkan stunting. Kendati dalam Riset Kesehatan Dasar 2018 angka stunting turun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,6 persen, Indonesia harus segera mencapai target menurunkan stunting sampai 22 persen. Tanpanya, Indonesia tak akan bisa menikmati bonus demografi.
Selain itu, kata Ilham, IDI berharap bisa segera mengintegrasikan semua yang dikerjakan dengan teknologi. Namun, dia juga menginginkan para dokter dilibatkan dalam pembuatan kebijakan negara.
Era revolusi industri 4.0 melahirkan para pengusaha seperti Nadiem Makarim pendiri Go-jek, William Tanuwijaya pendiri Tokopedia, dan Ahmad Zaki pendiri Bukalapak. Mereka berusia 30-35 tetapi mampu melompat menjadi triliuner karena mampu mengikuti perubahan global yang ada.
“Mereka mendahului. Oleh sebab itu saya juga ingin IDI mendahului dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya,” tutur Presiden.
Smart hospital bisa mulai dirancang. Komputasi awan, data analisis, misalnya bisa digunakan untuk membantu proses diagnosa-diagnosa yang ada. Pelayanan yang terintegrasi mulai dari pendaftaran, perawatan, pengobatan, sampai rehabilitasi. Data per individu pasien dapat terintegrasi dengan semua rumah sakit dan klinik yang pernah dikunjungi oleh pasien itu. Bahkan kalau kita integrasikan betul bisa terintegrasi dengan apotek, BPJS, dan semua yang terkait.
Selain itu, peralatan smartwatch, eyeglass display, electro luminescent clothing bisa membantu pasien mengontrol kesehatannya sendiri. “Saya kira sistem-sistem ini perlu kita kembangkan ke depan,” ujar Presiden.
Karenanya, para pemilik rumah sakit juga perlu mengantisipasi perubahan teknologi ini. Bisa saja dalam waktu dekat, pasien bisa diperiksa dari mana pun.
Bila masih berpikir dengan cara lama, bisa saja para pelaku dunia kesehatan ini tertinggal. Oleh karenanya, Presiden menyampaikan kegembiraannya dengan ajakan Prof Ilham untuk terus bergerak berubah.
Muktamar IDI kali ini adalah yang ketiga puluh. Sejak didirikan pada 24 Oktober 1950, IDI menyelenggarakan muktamar setiap tiga tahun. Tahun ini, temanya adalah transformasi sistem layanan kedokteran.
Dalam acara ini, Presiden Jokowi didampingi Nyonya Iriana. Selain itu, hadir pula Menteri Sekretaris Negara Pratikno.