JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami kemungkinan keterlibatan korporasi dalam dugaan suap perizinan Meikarta. Hingga akhir pekan lalu, KPK telah memeriksa 33 saksi dan menggeeldah 12 lokasi di Bekasi dan Tangerang. Pemilik Grup Lippo James Riady pun diagendakan untuk dimintai keterangan sebagai saksi, Selasa ini, 30 Oktober 2018.
Juru bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (28/10/2018) di Jakarta mengatakan, rangkaian pemeriksaan dan penggeledahan yang dilakukan lembaga antirasuah itu bertujuan mendalami alur proses perizinan Meikarta dari perspektif aturan dan prosedur di Kabupaten Bekasi, serta sumber dana dugaan suap terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Selain itu, KPK mendalami dikeluarkannya proses rekomendasi tahap pertama dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada Pemkab Bekasi dalam perizinan Meikarta.
“Rangkaian pemeriksaan juga dilakukan untuk mendalami alur dan proses internal di Lippo Group terkait dengan perizinan Meikarta. Selain itu, KPK juga mendalami apakah ada atau tidak ada perbuatan korporasi dalam perkara ini,” katanya.
KPK rencananya mengirimkan surat panggilan sebagai saksi kepada James Riady, akhir bulan ini. Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk sembilan tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta.
Sembilan tersangka itu ialah Fitra Djaja Purnama (konsultan Lippo Group), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), Henry Jasmen (pegawai Lippo Group), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Taryadi (konsultan Lippo Group), Jamaludin (Kadis PUPR Bekasi), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Billy Sindoro (Direktur Operasional Lippo Group), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
Sembilan tersangka itu ditahan oleh KPK setelah operasi tangkap tangan dilakukan KPK, 15 Oktober 2018. Neneng dijadikan tersangka karena diduga menerima pemberian hadiah atau janji dari pengembang proyek properti terkait pengurusan perizinan. KPK menyita uang lebih dari Rp 1 miliar dalam pecahan dollar Singapura dan rupiah.
”Diduga realisasi pemberian kepada bupati sampai saat ini sekitar Rp 7 miliar. Pemberian disampaikan melalui kepala dinas, yakni pada April, Mei, dan Juni 2018. Keterkaitan sejumlah dinas dalam kasus ini karena proyek cukup kompleks,” kata Laode (Kompas, 16/10/2018).
Dari sejumlah penggeledahan, KPK juga menemukan uang senilai Rp 100 juta dalam pecahan rupiah dan yuan (mata uang China) di rumah Neneng. Empat saksi yang diagendakan untuk hadir memberikan keterangan juga tidak memenuhi panggilan KPK, sehingga akan dijadwalkan pemanggilan kembali.
Optimalkan pencegahan
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, melihat pola korupsi yang mayoritas melibatkan pihak swasta sebagai pemberi suap dan pejabat publik sebagai penerima, upaya pencegahan korupsi di perusahaan harus dioptimalkan.
Pada 2017, TII meluncurkan hasil kajian “Transparency In Corporate Reporting (TRAC): Perusahaan Terbesar Indonesia” untuk menilai kesiapan 100 perusahaan terbesar di Indonesia dalam mencegah korupsi berdasarkan pemeringkatan yang dibuat oleh Fortune Top Hundred 2014. Skor rerata Transparency in Corporate Reporting (TRAC) 100 perusahaan terbesar di Indonesia adalah 3.5/10 (0 berarti perusahaan sangat tidak transparan, dan 10 menandakan bahwa perusahaan sangat transparan).
“Skor ini mengindikasikan mayoritas perusahaan terbesar di Indonesia belum transparan, gagal dalam membuktikan eksistensi dari sistem pencegahan korupsi perusahaan, kurang transparan dalam menginformasikan struktur grup perusahaan, dan tidak mampu mempublikasikan laporan keuangan antarnegara” kata Ferdian Yazid, Program Officer TII.
Dadang menambahkan, untuk mencegah korupsi berlanjut di sektor swasta, perusahaan selain perlu memahami Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga harus memahami Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
“Dengan Perma itu, perusahaan dapat dijatuhi sanksi pidana apabila kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh personilnya terbukti memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tidak mengembangkan sistem pencegahan korupsi yang sesuai dengan profil risiko perusahaan, maka perusahaan juga dapat dijatuhi pidana” ujarnya.
Di sisi lain, untuk mengatasi korupsi oleh swasta atau perusahaan, KPK dinilai perlu segera mengeluarkan peraturan tentang program antikorupsi agar perusahaan memiliki pedoman dalam menyusun program antikorupsi yang komprehensif.