JAKARTA, KOMPAS - Inisiatif dan lobi terkait aliran dana dari pengusaha Johannes Budi Sutrisno Kotjo ditimpakan seluruhnya kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Baik mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham maupun mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto mengaku tak mengetahui sepak terjang Eni dalam memperoleh uang yang sebagian digunakan untuk kepentingan partai.
Namun, pernyataan Idrus tersebut terbantahkan saat jaksa memutar rekaman percakapan antara dirinya dan Eni. Idrus dan Novanto dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2018), sebagai saksi untuk perkara dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 dengan terdakwa Kotjo.
Saat dicecar tim jaksa yang dipimpin Ronald Worotikan, Idrus mengaku tidak pernah meminta uang untuk keperluannya kepada Kotjo. Ia mengaku hanya sekali menghubungkan Kotjo dengan Eni yang membutuhkan dukungan finansial guna membiayai suami Eni, Al-Khadziq, yang maju dalam pemilihan bupati Temanggung pada 2018.
”Terkait munaslub akhir 2017, apakah saksi pernah minta ke Eni untuk minta uang kepada terdakwa?” tanya Ronald yang dijawab tidak oleh Idrus. Ronald pun memutarkan rekaman percakapan telepon Idrus dengan Eni pada 25 September 2017. Dalam rekaman itu, Idrus dengan jelas meminta Eni untuk mengupayakan dana 2,5 juta dollar Amerika Serikat kepada Kotjo untuk operasional.
”Itu bukan untuk munas. Pak SN (Setya Novanto) masih dalam proses praperadilan tahap pertama. Jadi, ketika Pak SN masuk praperadilan, sudah sebagian besar elite Golkar memproyeksikan itu ditolak. Kita bicara sama Pak Luhut bagaimana pemerintah kalau ditolak. Sebagian besar kader Golkar ingin saya jadi ketum. Eni bilang, secerdasnya orang butuh operasional, tetapi saya enggak ingin tersandera siapa pun, apalagi pengusaha,” kata Idrus.
Padahal, dalam rekaman percakapan yang diputar jaksa, Idrus jelas mengatakan kepada Eni, ”Oke ya Dek, tapi Kotjo diberi tahu dulu kita butuh operasional.” Yang selanjutnya dijawab Eni, ”Nanti saya telepon ya, Bang. Senin sampai Rabu jangan ganggu dulu. Ini, kan, saya terus asistensi dengan PLN.” Akan tetapi, saat dikonfirmasi oleh jaksa mengenai dialog tersebut, Idrus mengaku tidak tahu.
Uang itu sebenarnya belum terealisasi karena Novanto memenangi praperadilan pada 29 September 2017. Namun, Idrus kembali bergerak mendekati Kotjo untuk keperluan munaslub saat praperadilan Novanto yang kedua digugurkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Desember 2017. Saat itu, permintaan baru terwujud diawali dengan penerimaan Rp 2 miliar melalui Eni.
Dalam percakapan antara Idrus dan Eni lain, keduanya juga diduga membahas tentang pembagian fee meski hal ini dibantah Idrus. Ada nama sejumlah pengurus Golkar, seperti Adies Kadir, Ucok yang merupakan panggilan Andi Sinulingga, Maman Abdurrahman, Yayat Biaro, dan pengurus berinisial GS. Ada juga Muhammad Sarmuji yang belakangan diketahui sebagai perwakilan Golkar mengembalikan uang Rp 700 juta ke KPK.
Sementara itu, Novanto membantah mengetahui soal pembahasan proyek PLTU Riau-1. Kendati demikian, ia mengaku memperkenalkan Kotjo dengan Eni. Bahkan, ia pernah memerintahkan putranya, Rheza Herwindo, juga untuk bertemu dengan Kotjo dan Eni.
“Tidak ada kaitannya (dengan proyek PLTU Riau-1). Pertemuan itu hanya agar anak saya belajar dari Pak Kotjo. Saya minta belajar dulu tentang harga PLN di Kupang, karena kebetulan dia punya proyek ada di Kupang. Jadi biar ketemu sekalian membicarakan,” jawab Novanto usai percakapan antara dirinya dan Rheza diputar.
Perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan terhadap Eni di kediaman Idrus yang disebut menerima suap hingga Rp 6 miliar dari Kotjo.