JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu masih mengkaji dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat penutupan acara Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, pada Oktober lalu. Keputusan hasil kajian itu paling cepat akan dikeluarkan pekan depan.
Bawaslu telah meminta penjelasan Sri Mulyani dan Luhut terkait laporan dugaan pelanggaran kampanye, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (2/11/2018). Kedua menteri itu diperiksa hampir selama satu jam.
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, 28 pertanyaan dilontarkan kepada Sri Mulyani dan Luhut untuk melengkapi berita acara pemeriksaan. Setelah itu, lembaganya masih harus menganalisis dan mengkaji hasil keterangan mereka sebelum keputusan dikeluarkan.
”Kami belum bisa ambil kesimpulan. Nanti setelah kami mengkaji kembali hasil klarifikasi, kami kaitkan dengan barang bukti, isi laporan, keterangan saksi, kemudian kesimpulan. Setelah ini, kami akan melakukan analisis karena sudah selesai kami sudah periksa pelapor, saksi, dan terlapor,” ujar Ratna.
Pemeriksaan terhadap Sri Mulyani dan Luhut merupakan pemeriksaan perdana setelah keduanya dilaporkan atas dugaan melakukan kampanye saat penutupan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Laporan diajukan seorang warga bernama Dahlan Pido pada 18 Oktober lalu.
Dalam laporannya, Luhut dinilai telah melakukan pelanggaran kampanye karena mengoreksi jari Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim yang mengacungkan dua jari saat sesi foto bersama. Setelah itu, Lagarde dan Kim pun hanya mengangkat satu jari mereka.
Adapun dugaan pelanggaran terhadap Sri Mulyani terjadi ketika dia mengatakan, ”Two is for Prabowo, one is for Jokowi.”
Tindakan Sri Mulyani dan Luhut itu diduga melanggar Pasal 282 dan 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua pasal tersebut mengatur larangan bagi pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa bertindak menguntungkan salah satu kandidat Pemilu 2019. Larangan itu termasuk batasan bagi mereka membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan kandidat.
Ratna enggan membuka isi penjelasan Sri Mulyani atau Luhut saat diperiksa. Namun, pada dasarnya, Bawaslu hanya ingin mengetahui seputar siapa pelaksana Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 serta apa maksud dari gestur dan kata-kata yang ada dalam barang bukti, yakni potongan video.
”Jadi, selama dua hari ini pembahasannya (analisis) bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Kalau tidak terbukti, nanti status laporan bahwa laporan ini tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu. Tetapi, kalau terbukti, akan kami teruskan ke penyidik kepolisian,” tutur Ratna.
Bawaslu menargetkan, keputusan dari hasil kajian itu paling lambat akan dikeluarkan pada 6 November.
Sementara itu, Luhut, seusai diperiksa Bawaslu, membantah bahwa dirinya melakukan kampanye terselubung. Ia mengatakan, tindakannya mengacungkan satu jari pada pertemuan IMF-Bank Dunia itu merupakan spontanitas.
”Spontan terjadi saja. Kita bilang, Indonesia nomor satu, great Indonesia. Meluapkan kegembiraan karena bersama Lagarde dan Jim Yong Kim bilang, tidak terbayangkan bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan pertemuan IMF-Bank Dunia ini pada tataran kelas dunia. Jadi, boro-boro mikir kampanye. Kami masih sibuk dengan kerja di sana. Semua tidak ada dalam urusan kampanye,” ucap Luhut.
Luhut juga menilai, tak ada ketentuan dalam UU Pemilu yang dilanggar atas tindakannya tersebut. ”Kalau dari saya, baca undang-undangnya tadi tuh, enggak ada yang saya langgar. Enggak ada sama sekali. Kan, saya baca undang-undangnya, enggak ada satu pun celah saya melanggar,” lanjutnya.
Sementara Sri Mulyani enggan berkomentar lebih jauh terkait pemeriksaannya itu. ”Yang ditanya mengenai penjelasan kejadian pada saat konferensi pers. Tanyakan ke Bawaslu saja ya,” katanya.