JAKARTA, KOMPAS - Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua didorong masuk Program Legislasi Nasional 2019. Hal itu mendesak karena UU yang ada saat ini dinilai masih belum kuat mengatur pengawasan pelaksanaan dana otsus. Sementara celah korupsi dan ketimpangan sosial masih terus terjadi.
Wakil Ketua I DPR Papua Edoardus Kaize saat dihubungi dari Jakarta, Senin (5/11/2018), mengatakan, implementasi dana otsus di Papua masih kerap diwarnai penyimpangan. Sejak 2001, UU Otsus Papua tidak mengatur secara khusus aspek pengawasan pelaksanaan dana otsus. Akibatnya, pengelolaannya pun tak optimal.
”Dalam pelaksanaannya, meski ada dana otsus, rakyat Papua tak merasakan dampaknya secara nyata di bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Oleh karena itu, kami mau mendorong RUU (Otsus Papua) ini segera masuk Prolegnas agar ada regulasi yang kuat,” ujar Edoardus.
Sejauh ini, pada 2018, pemerintah telah mengalokasikan dana otsus Rp 5,62 triliun bagi Papua dan Rp 2,41 triliun bagi Papua Barat. Amanat UU No 21/2001 sebenarnya sudah jelas, alokasi dana tersebut hanya untuk pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Namun, pemerintah daerah diakui tak mengelola dana otsus dengan baik. Dana tersebut kerap digunakan untuk membayar perjalanan dinas dan main proyek. Akibatnya, celah penyimpangan dana nyata terjadi.
”Jadi, dana ini masih dipakai sembarangan. Kan, kasihan juga, yang seharusnya dipakai untuk kebutuhan langsung masyarakat, tetapi dipakai untuk kebutuhan pribadi. Ini tidak boleh,” ujar Edoardus.
Untuk itu, Edoardus menjelaskan, revisi UU Otsus Papua harus mengakomodasi penguatan perencanaan dan pengawasan dana otsus. Manajemen keuangan harus terbuka, dari provinsi, kabupaten atau kota, hingga distrik. Selain itu, perlu lembaga pengawas yang kredibel untuk pelaksanaannya.
”Jadi, biar sampai ke bawah harus diawasi. Kalau tidak, biarpun (dana otsus) ini semua di Papua, tetapi ya hanya dinikmati oleh yang berkuasa,” kata Edoardus.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono mengemukakan, pemerintah kini masih fokus pada penyempurnaan draf dan naskah akademik revisi UU Otsus Papua karena masih mendapat masukan dari Kementerian Hukum dan HAM saat proses sinkronisasi dan harmonisasi UU tersebut.
”Pernah ada masukan, tetapi masih belum diidentifikasi. Revisi UU ini perlu disesuaikan dengan perkembangan di Papua. Tahun 2019, kami baru akan mulai diskusikan lagi hal-hal apa yang perlu diperkuat lewat undang-undang tersebut,” ujar Soni.
Menurut Soni, pencegahan korupsi dana otsus tak cukup dengan penguatan pengawasan dalam revisi UU Otsus Papua, tetapi perlu adanya perbaikan sistem penganggaran yang lebih transparan. ”Tak cukup badan khusus untuk pengawasan dana otsus Papua. Sistemnya saja yang diperbaiki dengan lebih transparan dan cepat dengan menggunakan informasi dan teknologi,” katanya.