JAKARTA, KOMPAS – Tingkat kelulusan calon pegawai negeri sipil tahun ini masih sangat jauh dari harapan sehingga jumlah formasi terancam tak terpenuhi. Dalam situasi itu, pemerintah menyiapkan kebijakan khusus bagi mereka yang tak lolos seleksi kompetensi dasar. Ketegasan pemerintah dibutuhkan dalam menentukan arah kebijakan tetap pada jalur awal sehingga kualitas birokrasi tidak menjadi taruhannya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, kualitas birokrasi bisa mundur apabila pemerintah masih membuka kesempatan bagi mereka yang tidak lolos seleksi kompetensi dasar (SKD). Pemerintah harus konsisten mengikuti standar kompetensi yang telah ditetapkan untuk menjaga kualitas birokrasi.
“Jadi, kalau gagal ya gagal saja karena banyak pertaruhan ke depan kalau pemerintah masih mengkompromikan pelamar yang tidak lolos seleksi. Kalau kita masih berkompromi dengan kuliatas input yang buruk, nanti kualitas pelayanannya buruk, birokrasi ikut buruk,” ujar Robert di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Berdasarkan data sementara Badan Kepegawaian Negara (BKN) per kemarin, setidaknya data yang sudah masuk sekitar 2,096 juta peserta dari 2,8 juta peserta yang mengikuti tes SKD. Data itu terbagi menjadi empat wilayah, yakni wilayah timur, tengah, barat, dan pusat (kementerian/lembaga).
Adapun, dari data yang sudah masuk, persentase kelulusan terkecil ada di wilayah timur yakni sebesar 1,44 persen, kemudian diikuti wilayah tengah (2,18 persen), wilayah barat (3,82 persen), dan wilayah pusat (13,69 persen). Mayoritas pelamar gagal dalam tes karakteristik pribadi.
Persentase kelulusan itu masih sangat jauh dari yang diharapkan apabila melihat total kuota CPNS yang dibuka pemerintah pada tahun ini sebanyak 238.015 formasi. Dari total formasi itu, sebanyak 51.271 formasi untuk instansi pemerintah pusat dan 186.744 formasi untuk instansi pemerintah daerah.
Robert menyadari bahwa saat ini pemerintah dalam posisi dilematis karena dihadapkan pada formasi yang masih banyak kosong. Namun, pemerintah juga tidak boleh kemudian secara terus-menerus mentolerir setiap ada permasalahan kondisi kualitas yang memang masih belum mumpuni. Seperti diketahui, pada proses seleksi CPNS tahun 2017, pemerintah telah menerapkan sistem ranking untuk sekadar memenuhi kuota formasi.
“Tentu kita membutuhkan tenaga kesehatan dan guru, tetapi jangan sampai kita mengorbankan kualitas dengan menurunkan passing grade (ambang batas) atau pakai ranking karena keduanya sama-sama buruk. Tahun ini harus menjadi penarik batas bahwa praktik yang kemarin, praktik yang lama itu tidak benar. Kalau pemerintah masih coba otak-atik dengan apa yang sudah ditetapkan, ini akan timbulkan ketidakperacayaan dan ke depan reformasi birokrasi tak akan terkontrol,” tutur Robert.
Kebijakan khusus
Secara terpisah, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan, penurunan ambang batas untuk seleksi CPNS tahun ini kemungkinan besar tidak akan diambil. Menurut dia, ada potensi kebijakan khusus yang akan diambil untuk mengakomodir mereka yang tidak lulus tes SKD adalah dengan sistem ranking.
“Jika dengan penurunan ambang batas dikhawatirkan pegawai yang diterima tak berkompeten,” ujar Bima.
Yang dimaksud sistem ranking adalah peserta yang ikut seleksi kompetensi bidang (SKB) diambil dari ranking teratas sesuai akumulasi hasil tes SKD. Adapun, setiap peserta dinyatakan lulus ke tahap berikutnya jika memenuhi ambang batas untuk tes karakteristik pribadi (TKP) adalah 143, tes intelegensi umum (80), dan tes wawasan kebangsaan (75).
Sedangkan, apabila penurunan ambang batas yang diambil berarti pemerintah harus menurunkan sejumlah ambang batas di setiap tes dalam tes SKD tersebut.
Bima menjelaskan, kebijakan ini diambil semata-mata agar pelayanan publik tidak terganggu. Apalagi, kuota guru dan tenaga kesehatan merupakan formasi terbesar tahun ini. Kuota guru tahun ini mencapai 88.000 formasi, sedangkan tenaga kesehatan sebanyak 60.315 formasi.
“Yang sekarang lulus murni (memenuhi ambang batas) akan terus ikut SKB. Jadi mereka tidak terganggu dengan perangkingan,” tutur Bima.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Dwi Wahyu Atmaji pun menyatakan, saat ini pemerintah masih dalam proses penyusunan Peraturan Menpan dan RB terkait kebijakan tersebut.
“Saat ini masih dalam penyusunan, dan diharapkan minggu depan Permenpan dan RB sudah ditandatangani,” tutur Dwi.