JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum masih mengkaji putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang memerintahkan KPU untuk memasukkan Oesman Sapta Odang dalam daftar calon tetap pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah. KPU menimbang kebijakan terbaik di tengah perbedaan putusan di antara beberapa lembaga peradilan.
Majelis hakim PTUN Jakarta dalam persidangan, Kamis (14/11/2018) memutuskan mengabulkan gugatan Ketua DPD yang juga Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta. Majelis juga membatalkan Surat Keputusan KPU Nomor 1130/KPU/2018 tertanggal 20 September 2018 tentang daftar calon tetap (DCT) DPD Pemilu 2019, lalu memerintahkan KPU mencabut surat keputusan itu. KPU juga diperintahkan menerbitkan surat keputusan tentang DCT DPD Pemilu 2019 dengan mencantumkan nama Oesman Sapta sebagai calon tetap.
Menanggapi putusan tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mengaku masih akan mengkajinya bersamaan dengan kajian terhadap putusan Mahkamah Agung terkait uji materi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26/2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. “Kami masih perlu mengkajinya. Saat ini kami masih menunggu salinan putusannya terlebih dahulu untuk dipelajari,” kata Arief.
Putusan ini muncul beberapa pekan setelah MA memutus uji materi terhadap PKPU Pencalonan DPD yang diajukan oleh Oesman Sapta. MA menyatakan PKPU itu berlaku sepanjang tidak diberlakukan surut. Adapun, PKPU 26/2018 yang disusun berdasar putusan MK yang menyatakan anggota DPD tidak boleh merupakan pengurus partai politik itu menjadi pegangan KPU menyatakan Oesman Sapta tidak memenuhi syarat karena tidak mengundurkan diri dari kepengurusan parpol hingga menjelang penetapan DCT.
Syarat pelantikan
Pada Kamis sore, KPU menggelar pertemuan dengan sembilan orang pakar hukum tata negara serta pegiat pemilu untuk mendengar masukan mengenai substansi putusan MK dan putusan MA, lalu meminta masukan mengenai tindaklanjut apa yang seyogianya diambil oleh KPU. Dalam pertemuan itu, para pakar yang diundang satu suara mendorong KPU untuk konsisten menjalankan putusan MK bahwa pada Pemilu 2019, anggota DPD harus bebas dari pengurus partai politik. KPU juga dinilai mutlak menjalankan putusan MK yang terang benderang melarang pengurus parpol menjadi anggota DPD, berlaku sejak Pemilu 2019.
Terkait dengan munculnya putusan PTUN yang bersifat final dan mengikat KPU, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini yang juga hadir di pertemuan itu menyampaikan KPU tetap bisa berpegang pada putusan MK dengan menjadikan surat pemberhentian sebagai pengurus parpol sebagai syarat untuk melantik calon terpilih. Di sisi lain, KPU tetap bisa menjalankan putusan PTUN Jakarta yang memerintahkan KPU memasukkan nama Oesman Sapta dalam DCT.
Melalui kebijakan itu, maka KPU memindahkan posisi (locus) norma dari syarat pencalonan menjadi syarat pelantikan calon terpilih. “Cara ini mau tidak mau bisa menjadi jalan keluar pahit di tengah tidak sinkronnya lembaga peradilan kita dalam memaknai putusan MK. Sesuatu yang tidak perlu terjadi kalau MA memahami semnagta putusan MK secara konsisten,” kata Titi.