Perlindungan Kaum Rentan dan Minoritas Perlu Didorong
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Agenda penegakan hak asasi manusia berpeluang tidak menjadi program prioritas kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bersaing pada Pemilu 2019. Upaya afirmasi kepada kelompok rentan dan minoritas rawan dipolitisasi dalam era politik identitas berbasis isu primordial. Padahal, perjuangan kesetaraan hak asasi manusia harus diletakkan lepas dari agenda politik elektoral lima tahunan.
Kondisi ini tampak jelang Pemilu 2014, saat pasangan Jokowi-Kalla berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti peristiwa 1965-1966, penembakan misterius, dan peristiwa Talangsari. Akan tetapi, hingga kini, kasus tersebut belum terselesaikan.
Agenda Jokowi yang bertujuan pada perlindungan kaum minoritas dan rentan justru menjadi senjata politik lawan, menurut juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Mohamad Guntur Romli. Ia menyesalkan, kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak berprogres pada empat tahun terakhir karena serangan-serangan hoaks yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.
“Ada banyak agenda toleransi yang disiapkan oleh pemerintahan Pak Jokowi, tetapi karena itu dijadikan alat politik oleh lawan, (Jokowi) jadi terkesan kurang tegas. Pemerintahan Jokowi dari awal diserang; dengan disebut sebagai anti-Islam, berkaitan dengan PKI, disebut keturunan Tionghoa, beragama Kristen,” kata Guntur saat ditemui usai diskusi publik yang digelar oleh Setara Institute pada Jumat (16/11/2018) di Jakarta.
Meski demikian, Guntur menilai, dengan keberadaan Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi, berbagai serangan-serangan itu akan semakin tidak terbukti kebenarannya. Situasi tersebut diharapkan dapat membuat pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dapat makin tegas dan leluasa dalam menyelesaikan berbagai agenda pro-toleransi dan hak asasi manusia.
“Untuk ke depan dengan memiliki KH Ma’ruf Amin, seorang ulama, maka tidak ada alasan lagi ada tuduhahan anti-Islam, anti-ulama. Bahwa (Ma’ruf) jelas dari kalangan NU dengan semangat Islam rahmatan lil alamin. Seharusnya di situ lebih tegas, lebih berani dibandingkan periode sebelumnya,” kata politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
Juru bicara BPN Prabowo-Sandi Faldo Maldini mengatakan, ia setuju bahwa negara harus melindungi seluruh masyarakat agar dapat menjalankan kepercayaan masing-masing.
Faldo, yang juga adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan, pasangan Prabowo-Sandi berkomitmen untuk mengurangi terjadinya praktik intoleransi di Indonesia melalui semacam mediasi dalam ‘ruang dialog’.
Ketika ditanya apakah ruang yang dimaksud seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang saat ini telah terbentuk, Faldo mengatakan, pihaknya masih akan merumuskan bentuk gagasan secara internal.
“Kalau kami nilai FKUB sudah efektif ya let’s go, kalau ada yang kurang ya akan kami perbaiki atau ganti. Bentuk penggantinya tentu akan kami diskusikan nanti,” kata Faldo.
Dalam dokumen visi, misi, dan program kerja pasangan Jokowi-Ma’ruf, kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan menjadi salah satu poin yang diusung; termasuk penindakan tegas terhadap pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama. Pasangan ini juga berjanji melanjutkan penyelesaian yang berkeadilan terhadap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Sementara itu, masalah penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak ditemukan dalam dokumen visi, misi, dan program pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Akan tetapi, juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Siane Indriani mengatakan, HAM telah menjadi unsur yang menjiwai seluruh program, meski tidak disebut secara eksplisit (Kompas, 16/11/2018).