JAYAPURA, KOMPAS — Program aksi pencegahan korupsi di 28 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Papua, yang dilakukan sejak 2016 hingga kini belum berjalan optimal. Dari sejumlah program aksi pencegahan yang disiapkan, yang telah terlaksana rata-rata hanya mencapai 20 persen.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Program Pencegahan Korupsi di Provinsi Papua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maruli Tua saat dihubungi dari Jayapura, Kamis (15/11/2018). Dia mengatakan, Papua termasuk salah satu provinsi di Indonesia dengan persentase pencegahan korupsi terendah. Sementara, pelaksanaan di DKI Jakarta sudah mencapai 70 persen.
KPK memberikan pendampingan bagi Provinsi Papua dalam program aksi pencegahan korupsi yang meliputi penggunaan aplikasi e-government, penguatan kapasitas inspektorat dan aparatur sipil negara, serta optimalisasi pendapatan daerah.
Aplikasi e-government terdiri atas tiga sistem, yakni perencanaan dan penganggaran, perizinan investasi, dan pendapatan daerah. Sistem perencanaan terdiri atas e-PapuaPuMusrenbang, e-PapuaPuRencana, dan e-PapuaPuAnggaran. Adapun sistem perizinan investasi melalui e-PapuaPerizinanOnline dan sistem pendapatan daerah melalui e-Samsat.
Dari catatan KPK, kata Maruli, program aksi pencegahan korupsi yang belum berjalan optimal di antaranya seperti di Mimika, Tolikara, dan Nduga. ”Sementara, instansi di jajaran Pemprov Papua telah melaksanakan program pencegahan dengan baik,” ujar Maruli.
Ia menuturkan, penyebab rendahnya persentase program aksi pencegahan korupsi di Papua antara lain belum adanya komitmen kepala daerah, masalah ketersediaan infrastruktur seperti layanan kelistrikan, dan kompetensi aparatur sipil negara yang belum memadai.
”Penggunaan aplikasi e-government di Tolikara masih terkendala layanan listrik. Sering terjadi pemadaman listrik di sana. Menurut rencana, kami akan bertemu pihak PLN untuk membahas masalah ini,” tutur Maruli.
Ia pun menegaskan, KPK akan menggunakan upaya penegakan hukum lain apabila pemerintah daerah terkesan tidak serius dalam melaksanakan program pencegahan korupsi.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua Muhammad Musaad mengakui pihaknya telah mengimplementasikan aplikasi e-planning dan e-budgeting demi terciptanya pengelolaan anggaran yang transparan dan tepat sasaran.
”Aplikasi e-government biasanya juga diterapkan dalam rencana penganggaran dana otonomi khusus. Hal ini merupakan wujud sinergi Pemprov Papua bersama KPK,” kata Musaad.
Ia pun menambahkan, Gubernur Papua Lukas Enembe bersama 28 bupati dan 1 wali kota telah menandatangani kesepakatan terkait komitmen bersama dalam pelaksanaan program pencegahan korupsi di tanah Papua.
”Seharusnya komitmen ini dilaksanakan seluruh kepala daerah di 28 kabupaten dan 1 kota sebab sangat fundamental untuk menciptakan pengelolaan yang efektif,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan data dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, selama periode Januari-Oktober 2018, terdapat tujuh kasus korupsi yang ditangani penyidik. Adapun total kerugian negara mencapai Rp 470 miliar.
Sebanyak 11 tersangka telah ditetapkan dalam tujuh perkara dugaan korupsi itu. Lima tersangka di antaranya adalah aparatur sipil negara. Adapun upaya pengembalian kerugian negara baru mencapai Rp 50,3 miliar.