JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum belum menindaklanjuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memerintahkan penyelenggara pemilu itu agar memasukkan nama Oesman Sapta Odang ke dalam Daftar Calon Tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah Pemilu 2019. Salinan putusan itu secara resmi belum diterima oleh KPU.
Di sisi lain, bila KPU melaksanakan putusan PTUN itu tanpa memerhatikan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, kebijakan KPU itu berpotensi memunculkan diskriminasi kepada calon-calon anggota DPD lainnya yang sebelum keluarnya putusan PTUN itu telah mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik (parpol). Putusan PTUN yang didahului dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Syarat Pencalonan Perseorangan Anggota DPD dinilai telah memicu dualisme hukum.
Pengamat hukum tata negara Refly Harun, Sabtu (17/11/2018) di Jakarta mengatakan, dualisme hukum yang muncul setelah putusan MA dan PTUN itu menyulitkan penyelenggara pemilu untuk membuat regulasi sebagai upaya tindak lanjut hukum atas keluarnya dua putusan tersebut. Kedua putusan itu secara substansi akan bertentangan dengan putusan MK bilamana ditindaklanjuti.
“Putusan PTUN berbeda dengan putusan MA dan MK sebelumnya yang mengadili norma abstrak. Putusan PTUN ini normanya konkret. Kalau putusan PTUN itu dijalankan, akan memunculkan diskriminasi kepada calon-calon selain Oso yang sebelumnya mengundurkan diri untuk bisa masuk DCT,” kata Refly.
Sebelum ada putusan PTUN, KPU akan lebih mudah bersikap, karena mereka bisa saja memilih untuk mematuhi putusan MK, lantaran baik putusan MA maupun MK sama-sama kuat, dan menguji norma abstrak. Namun, ketika keluar putusan PTUN yang secara konkret memerintahkan nama Oso agar masuk ke dalam DCT, KPU harus berhadapan dengan dilema hukum yang tidak mudah. Bila putusan itu tidak dipatuhi, KPU akan menghadapi kemungkinan gugatan baru dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pilihan kebijakan itu.
Menurut Refly, dualisme hukum ini merupakan preseden buruk, lantaran menunjukkan mudahnya lembaga hukum di Tanah Air diaduk-aduk oleh satu orang tertentu. “MK bilang A, dan putusan MK itu sudah jelas serta tidak bisa ditafsirkan lagi. Adapun MA dan PTUN bilang B. Silahkan saja KPU menyikapinya bagaimana, tetapi seharusnya dualisme hukum itu tidak terjadi. Jangan sampai institusi hukum di negara kita dibentur-benturkan hanya karena satu orang,” ujarnya.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga mengatur KPU untuk menindaklanjuti putusan pengadilan dalam tiga hari kerja sejak putusan itu dibacakan. Pengabaian terhadap UU itu bisa berujung pada pelaporan KPU kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Syarat pelantikan
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, PTUN melakukan evaluasi pada putusan MK yang semestinya menjadi rujukan mutlak bagi PTUN dalam memutus sengketa Oso. PTUN tidak menempatkan putusan MK sebagai produk pengadilan yang setara dengan UU yang merefleksikan nilai-nilai konstitusi itu sendiri.
“Sangat disayangkan institusi peradilan yang mestinya saling menjaga marwah satu sama lain malah terlibat perbedaan tafsir, yang akhirnya menjadi tindakan yang menegasikan keberadaan institusi lain. Dalam hal ini nampak sekali pengabaian putusan MK oleh PTUN,” urai Titi.
Di tengah dilema hukum yang dialami KPU, menurut Titi, masih ada kemungkinan solusi yang diambil oleh KPU dalam menyikapi perbedaan putusan antara lembaga peradilan tersebut. Salah satunya dengan memberlakukan syarat pemberhentian dari parpol itu untuk bisa dilantik sebagai anggota DPD.
“Ketentuan ini bisa diberlakukan karena mandatori berdasarkan amar putusan MK, bahwa anggota DPD harus bebas pengurus parpol. Ketentuan itu pun tidak retroaktif karena keterpilihan itu baru akan datang. Sama seperti syarat caleg harus menyatakan dalam dokumen pencalonan bahwa dia sebagai anggota DPR/DPD bersedia tidak berpraktek sebagai advokat, notaris akuntan, dan lain-lain. Nah, saat dia terpilih dan menjabat, pernyataan itu harus dipenuhi,” katanya.