JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diharapkan tetap memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, mantan tenaga honorer di SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Sebab, Baiq Nuril adalah korban pelecehan seksual yang dikriminalkan. Amnesti juga langkah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum Indonesia.
Direktur Eksekutif Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahyu, Selasa (20/11/2018), di Jakarta, menjelaskan, pemberian amnesti adalah langkah terbaik dari Presiden untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada penegakan hukum. Sebab, semua orang mengetahui bahwa perkara ini penuh rekayasa, bahkan tak layak untuk diadili di pengadilan. Tak ada bukti rekaman asli.
Amnesti adalah langkah yang perlu diambil, bukan grasi. Sebab, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan, grasi hanya bisa dilakukan untuk terpidana dengan hukuman minimal 2 tahun penjara. Hukuman yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) dalam kasasi Nuril adalah 6 bulan penjara.
Jika mengajukan grasi, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta Siti Mazuma, kami mendorong Ibu Nuril melakukan kesalahan yang tidak dilakukannya. ”Dia adalah korban,” ujar Zuma.
Adapun amnesti diatur dalam UU No 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Presiden dapat memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan dari DPR, sesuai UUD 1945 Pasal 14 Ayat (2). Namun, ujar Anggara, pertimbangan DPR ini tidak mengikat.
Selain itu, lanjut Anggara, Presiden tidak mengintervensi penegakan hukum sama sekali dengan mengeluarkan amnesti. Sebab, semua proses hukum sudah selesai setelah ada putusan kasasi. Peninjauan kembali hanya upaya hukum luar biasa dan bisa dilakukan kalau syarat-syaratnya terpenuhi.
Masukan ini disampaikan pula Koalisi Save Ibu Nuril, yang terdiri atas LBH Apik Jakarta, ICJR, dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FH UI, kepada Kantor Staf Presiden. Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim menerima perwakilan lembaga-lembaga tersebut. Saat itu, Ifdhal mengatakan akan mencari solusi terbaik untuk Baiq Nuril tanpa mencederai hukum yang berlaku.
Dukungan Presiden
Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja di Lamongan, Jawa Timur, Senin (19/11), menyatakan dukungannya kepada Baiq Nuril dalam mencari keadilan. Dalam keterangan resmi Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, Presiden mempersilakan Ibu Nuril untuk mengajukan peninjauan kembali.
Kendati demikian, Baiq Nuril tetap menginginkan amnesti dari Presiden. Sebagai perlawanan atas pelecehan seksual yang dilakukan Kepala SMAN 7 Mataram M, Nuril juga melaporkannya kepada Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Laporan diterima Polda NTB pada 19 November 2018.
Dukungan kepada Baiq Nuril terus mengalir. Petisi daring berjudul ”Amnesti untuk Ibu Nuril: Jangan Penjarakan Korban!” yang dimulai pada Minggu (18/11) sudah ditandatangani lebih dari 131.000 orang pada Selasa (20/11) pukul 14.00.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung menunda eksekusi terhadap Baiq Nuril. ICJR pun mengapresiasi langkah ini.
Kasus Nuril berawal pada 2014 ketika dia dilaporkan M, Kepala Sekolah tempatnya bekerja, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Awalnya, Nuril merekam pembicaraan telepon dengan M karena M menceritakan hubungan asmaranya dengan wanita lain yang mengarah pada pornografi. Ketika Nuril menceritakan kepada rekannya dan rekan tersebut menyebarkan rekaman itu, M pun merasa nama baiknya dicemarkan.
Dalam dakwaan, Nuril dijerat UU ITE karena mendistribusikan informasi elektronik yang melanggar kesusilaan. Pengadilan Negeri Mataram membebaskan Nuril. Akan tetapi, ketika jaksa penuntut umum mengajukan kasasi, MA menjatuhkan vonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta.
Anggara menegaskan, memberikan amnesti adalah jalan terbaik bagi Presiden tanpa melanggar undang-undang. Apabila memberikan grasi, Presiden akan melanggar aturan perundangan karena grasi hanya diberikan kepada terpidana dengan pidana minimal 2 tahun, sedangkan vonis Nuril adalah 6 bulan penjara. Di sisi lain, kendati amnesti pada praktiknya diberikan kepada terpidana politik, hal ini tidak diatur dalam perundangan. Karena itu, Presiden tidak melanggar undang-undang apabila memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.