JAKARTA, KOMPAS – Menyikapi tingkat kehadiran anggota DPR yang semakin rendah di masa kampanye Pemilihan Umum 2019, DPR diminta membuka informasi data presensi anggota secara rutin ke publik. Terkait hal itu, Mahkamah Kehormatan Dewan tengah mempertimbangkan mempublikasikan daftar anggota yang jarang menghadiri rapat-rapat paripurna serta alat kelengkapan Dewan.
Informasi tentang kedisiplinan anggota DPR dalam menjalankan tugas legislasi, pengawasan, dan anggaran, dinilai penting sebagai referensi masyarakat saat memilih calon anggota legislatif petahana di pemilihan legislatif. Hal itu juga diharapkan dapat memunculkan efek jera dan mendongkrak tingkat kehadiran anggota DPR.
Ketua Harian Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR Arsul Sani mengatakan, selama ini, informasi presensi anggota DPR dalam rapat-rapat di parlemen, tidak pernah dipublikasikan. Setiap akhir masa sidang, pimpinan fraksi menerima hasil rekap presensi anggotanya dari Sekretariat Jenderal DPR. Namun, data itu hanya menjadi konsumsi pimpinan fraksi dan anggota bersangkutan.
Menurutnya, agar DPR tidak terus dicurigai, kegiatan anggota DPR di dalam maupun luar gedung DPR seharusnya dibuka agar bisa diawasi publik. “Setjen DPR bisa mempublikasikannya via situs web DPR. Sebenarnya bisa saja dibuka oleh fraksi, tetapi itu juga belum pernah kita mulai,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Informasi yang dipublikasikan juga harus utuh. Sebab, ujar Arsul, ada anggota yang tingkat kehadirannya rendah karena harus menjalankan tugas kedewanan di tempat lain.“Jadi ukurannya harus adil. Dimuat juga bahwa anggota bersangkutan tidak hadir di rapat komisi karena apa? Siapa tahu dia bertugas mewakili DPR jadi pembicara di seminar. Tugas DPR itu, kan, tidak hanya harus di Senayan,” ujarnya.
Tingkat kehadiran anggota DPR semakin rendah di masa kampanye. Berdasarkan daftar hadir Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2018-2019, Rabu (21/11/2018), tercatat 241 orang dari 560 anggota DPR yang hadir. Namun, ketika dihitung jumlah anggota yang hadir di ruangan saat rapat baru dimulai, jumlah yang hadir tak sampai 100 orang (Kompas, 22/11/2018).
Arsul mengatakan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) seharusnya mempunyai kewenangan untuk memantau dan menindak anggota DPR yang tingkat kehadirannya rendah, di bawah 40 persen, dalam satu masa sidang. “Seharusnya itu tugas MKD, tetapi selama ini tidak ada koordinasi dari MKD,” katanya.
Sementara itu, dalam rapat internal, kemarin, MKD sempat menyoroti rendahnya kehadiran anggota DPR. Menurut Ketua MKD dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, MKD akan membahas persoalan itu sekaligus cara-cara yang bisa diambil guna meningkatkan kehadiran anggota, dengan pimpinan DPR.
Rapat juga membahas kemungkinan mengumumkan anggota DPR yang sering absen rapat, sebagaimana diusulkan sejumlah fraksi ke MKD. “Kalau nanti disetujui, ya diumumkan saja, tidak masalah,” ujar Dasco.
Wakil Ketua MKD dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir mengatakan, MKD akan segera menggelar pertemuan dengan pimpinan-pimpinan fraksi. MKD akan kembali mengingatkan mereka agar anggotanya tidak lupa akan tugasnya sebagai anggota DPR. MKD juga akan meminta pimpinan fraksi mengatur jadwal anggotanya, agar tingkat kehadiran di rapat-rapat tetap terjaga.
“Pimpinan fraksi bisa saja mengatur siapa anggotanya yang perlu hadir rapat dan siapa yang bisa di dapil (daerah pemilihan). Jadi yang hadir rapat, bergantian,” katanya.
Jika setelah pertemuan, masih ada anggota DPR yang sering bolos rapat, MKD akan menjatuhkan sanksi seperti diatur di Pasal 20 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR. Dalam Kode Etik, diatur bahwa ketidakhadiran di rapat paripurna sebanyak 40 persen dan rapat alat kelengkapan Dewan sebanyak 40 persen dalam satu kali masa sidang tanpa keterangan sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi, dikenakan sanksi ringan berupa teguran lisan atau tertulis.
Pengulangan pelanggaran diberikan sanksi sedang, berupa pemindahan keanggotaan pada AKD atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan AKD. Adapun pengulangan pelanggaran untuk tiga kali diberi sanksi berat, yaitu pemberhentian sementara paling singkat tiga bulan atau pemberhentian sebagai anggota.
Adies mengklaim, sebelumnya MKD sudah mengeluarkan beberapa peringatan ke sejumlah pimpinan fraksi untuk mengingatkan anggotanya yang sering absen rapat. Namun MKD belum mencek apakah mereka yang pernah ditegur itu, masih sering absen rapat. Jika memang mereka masih sering absen rapat, sanksi seperti diatur di Peraturan DPR 1/2015 akan dijatuhkan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, MKD saat ini belum menjalankan tugas sebagaimana mestinya untuk menegakkan sanksi terkait kedisiplinan anggota DPR menghadiri rapat. Pimpinan DPR dan MKD, ujarnya, seharusnya proaktif memberi laporan berkala kepada publik soal kinerja para anggota Dewan, terutama pada masa kampanye.
Menurutnya, perlu ada laporan periodik dari DPR yang tidak hanya terkait dengan rapat-rapat di DPR, tetapi juga agenda kedewanan lainnya. Laporan rutin itu bisa menjadi referensi pemilih untuk menilai performa mereka sebagai caleg petahana.
“Setidaknya pemilih jadi paham rekam jejak anggota DPR di parlemen yang akan maju kembali di pileg. Mayoritas pemilih saat ini tidak tahu karena tidak ada akses informasi yang memadai soal itu,” kata Titi.