BANTUL, KOMPAS - Seluruh elemen masyarakat diharapkan tidak merusak demokrasi dengan perkataan serta tindakan yang berpotensi memecah belah bangsa. Persatuan dan kesatuan harus tetap dijaga, karena merupakan prasyarat utama untuk memajukan bangsa.
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Muktamar XVII Pemuda Muhammadiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kasihan, Bantul, DIY, Senin (26/11/2018), mengatakan, pemilihan umum merupakan salah satu cara untuk memilih pemimpin dalam sistem pemerintahan demokrasi. Namun demokrasi hendaknya tidak hanya dilihat sebagai alat untuk menghitung angka-angka dukungan untuk kekuasaan, tetapi salah satu jalan untuk memajukan bangsa.
Karena itu sudah seharusnya perbedaan pilihan politik dalam pemilu dipandang sebagai sesuatu yang wajar dalam demokrasi. Jangan sampai hanya karena perbedaan pilihan pada pemilu, bangsa menjadi terpecah-belah. “Pemilihan itu hanya masalah lima menit atau mungkin 10 menit saja di bilik TPS (Tempat Pemungutan Suara). Jadi jangan hanya karena masalah 5-10 menit tadi bangsa ini terpecah belah,” katanya.
Muktamar XVII Pemuda Muhammadiyah dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dihadiri sejumlah pejabat, antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan, dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X. Muktamar yang bertema “Menggembirakan Dakwah Islam, Memajukan Indonesia” itu berlangsung hingga 28 November 2018.
Wapres Kalla menegaskan, sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan pilihan politik harus tetap dijaga. Karena itu pemimpin organisasi kemasyarakatan juga tidak boleh memaksakan pilihannya agar dipilih oleh para kader.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itupun mencontohkan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar yang saat ini merupakan juru bicara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut dia, para kader Pemuda Muhammadiyah tidak harus memiliki pilihan politik yang sama dengan ketua umumnya.
Sebab tiap-tiap warga negara, tak terkecuali para kader Muhammadiyah, memiliki hak untuk memilih calon pimpinan yang terbaik. “Bukan memilih siapa yang paling keras atau siapa yang paling hebat kampanyenya, tetapi siapa yang terbaik yang membuktikannya,” tuturnya.
Lebih jauh lagi Kalla menyampaikan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus terus dijaga. Sebab persatuan merupakan prasyarat untuk mendorong terciptanya kemajuan bangsa.
Jaga jarak
Sementara itu Muhammadiyah menegaskan akan tetap mempertahankan khitahnya untuk menjaga jarak dari politik praktis. Oleh karena itu, secara institusional, Muhammadiyah tidak akan terlibat dalam dukung-mendukung calon presiden dan calon wakil presiden yang berkompetisi pada Pemilu 2019.
“Muhammadiyah berdiri di atas kepribadian dan khitahnya untuk tetap mengambil jarak dari pergumulan politik praktis,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir seusai pembukaan Muktamar XVII Pemuda Muhammadiyah.
Haedar menyatakan, sejak didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah selalu menjaga jarak dari persaingan politik praktis. Prinsip untuk menjaga jarak dari politik praktis tersebut dihasilkan dari proses panjang pembahasan di Muhammadiyah sehingga tetap dipertahankan sampai sekarang.
“Tidak ada yang baru dari Muhammadiyah. Setiap periode, sejak Kiai Dahlan sampai kapanpun, Muhammadiyah berdiri di atas kepribadian dan khitahnya. Itu sudah prinsip Muhammadiyah dan tidak ada yang berubah,” ungkap Haedar.
Haedar menambahkan, Pemuda Muhammadiyah harus mengikuti kebijakan Muhammadiyah sebagai induk organisasinya. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah harus tetap menjaga prinsip-prinsip, karakter, dan khitah organisasi.
“Tentu dalam pergerakan itu selalu berpijak pada prinsip-prinsip organisasi. Karakter kepribadian dan khitah harus tetap menjadi bingkai pergerakan kita. Karena dengan bingkai itulah kita berada dalam trek yang benar dalam berjalan,” papar Haedar.
Di tengah dinamika politik akhir-akhir ini, Haedar berharap para kader Pemuda Muhammadiyah bisa menjadi teladan yang baik bagi pihak-pihak lain. Oleh karena itu, para kader Pemuda Muhammadiyah diharapkan bisa menjaga konsistensi antara kata dan tindakannya.
“Tunjukkan bahwa kader Muhammadiyah, termasuk kader Pemuda Muhammadiyah, dapat menjadi uswah hasanah (teladan yang baik) di manapun kita berada. Kata sejalan dengan tindakan,” tutur Haedar.
Haedar juga mengingatkan, para kader Pemuda Muhammadiyah tidak boleh menjadikan ajaran Islam sebagai sekadar retorika. Nilai-nilai dasar ajaran Islam itu harus diamalkan dalam perbuatan. “Jadikan nilai-nilai dasar Islam yang kita gelorakan ini bukan sekadar retorika, bukan sekadar pengetahuan, tetapi ciri khas Muhammadiyah, Islam itu diamalkan dalam perbuatan,” katanya.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, secara institusional, Pemuda Muhammadiyah akan mengikuti sikap Muhammadiyah yang menyatakan netral dalam Pemilu 2019. Namun, secara pribadi, pengurus atau kader Pemuda Muhammadiyah bisa mengambil sikap berbeda.
“Secara institusional, Muhammadiyah tentu netral. Tapi secara pribadi saya berbeda,” kata Dahnil yang menjadi Koordinator Juru Bicara Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dahnil mengatakan, penyelenggaraan Muktamar XVII Pemuda Muhammadiyah akan menghadapi tantangan karena digelar di tengah dinamika politik menjelang Pemilu 2019. Meski begitu, Dahnil meyakini, penyelenggaraan muktamar itu tidak akan bisa diintervensi oleh pihak-pihak luar.
“Muktamar ini harus menggembirakan. Jadi, siapapun yang berusaha mengintervensi atau mengganggu, dipastikan akan kecewa. Yang jelas, kader-kader Pemuda Muhammadiyah itu semuanya kompak dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun,” ungkap Dahnil.