BANDUNG, KOMPAS – Kerukunan antar-umat beragama di Indonesia menjadi inspirasi dan teladan bagi dunia internasional. Dibangun berbalut kearifan lokal, sikap itu mampu terus menghadirkan harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, semuanya bukan tanpa risiko. Dalam empat tahun terakhir, Indonesia mendapat tantangan dalam menjaga kebinekaan dan persatuan bangsa.
”Perjuangan harus terus dilakukan untuk menjaga nama baik Indonesia. Politikus harus berani. Jangan bermain dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Pemimpin juga berperan penting memelihara kesatuan dengan menjaga kerukunan antarkelompok yang berbeda,” kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste Moazzam Malik saat membuka Seminar Lokakarya Pengayaan Wacana Agama dan Keberagaman di Balai Diklat Keagamaan, Bandung, Rabu (28/11/2018).
Malik menuturkan, kearifan lokal, pancasila, dan bhineka tunggal ika potensial menjadi kunci bagi setiap warga untuk tetap saling menghormati diantara perbedaan. Berbeda dengan Inggris dan negara lain di Eropa yang homogen, Indonesia sejak awal lahir dengan berbagai suku. Hal ini menjadi pengalaman yang berbeda dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak negara di dunia.
Akan tetapi, semuanya bukan tanpa resiko. Dalam waktu empat tahun terakhir, tutur Malik, Indonesia mendapat tantangan menjaga perbedaan dan persatuan bangsa. Banyak aksi mengancamnya, terutama gerakan radikalisme.
“Perjuangan harus terus dilakukan untuk menjaga nama baik Indonesia. Politikus harus berani. Jangan bermain dengan isu suku, agama, ras dan antar golongan. Pemimpin juga berperan penting memelihara kesatuan tersebut dengan menjaga kerukunan antar kelompok yang berbeda,” tutur Malik.
Ke depannya, Malik mengatakan, sebagai negara yang diprediksi menjadi salah satu dari 10 negara besar di dunia tahun 2030, Indonesia dituntut terus menjaga kekuatan dalam keberagaman itu. Hal itu dilakukan agar Indonesia terus menjadi teladan dunia, terutama negara-negara muslim yang masih memiliki tren ekstrimis dan radikalisme.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, kehidupan di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari agama telah terjalin sejak ratusan tahun. Agama menjadi faktor penjalin kemajemukan berbagai suku di Indonesia.
“Agama telah lama jadi perekat. Oleh karena itu, setiap kita perlu menjunjung tinggi ajaran pokok dan universal dari agama, yaitu memanusiakan manusia,” ujarnya.
Lukman menambahkan, peran pemimpin yang mampu menjaga kestabilan antar kelompok sangat diperlukan. Menurut dia, para pendiri bangsa sudah membuktikannya dengan setia menjalin toleransi antar umat beragama untuk membangun dasar negara lewat pancasila dan bhineka tunggal ika.
“Hal itu menunjukkan, apapun etnis dan suku bangsanya, kita dikenal sebagai negara agamis. Banyak pihak seperti negarawan, tokoh agama, dan pemerintahan memiliki harapan begitu besar kepada Indonesia untuk terus memelihara semua itu,” ujarnya.