JAKARTA, KOMPAS - Koalisi Perlindungan Data Pribadi mendorong Komisi Pemilihan Umum tetap melindungi data pribadi pemilih dengan mengganti empat angka terakhir nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga menjadi tanda bintang dalam daftar yang diberikan kepada partai politik. Hal ini bertujuan untuk melindungi data pribadi masyarakat dari potensi penyalahgunaan.
Koalisi Perlindungan Data Pribadi terdiri dari, antara lain, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta The Southeast Asia of Freedom Expression Network (SAFEnet).
Mereka menyampaikan pernyataan bersama di Jakarta, Jumat (30/11/2018), sebagai respons atas sengketa informasi yang diikuti somasi oleh DPD Partai Gerindra DKI Jakarta terhadap KPU DKI Jakarta terkait data pemilih tetap (DPT).
Partai Gerindra meminta KPU DKI Jakarta menyerahkan DPT dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (NKK) tanpa tanda bintang di empat digit terakhir.
”Somasi itu harus disikapi dengan tepat oleh KPU DKI Jakarta. Kalau tidak, hal yang sama terjadi di semua daerah,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Anggota KPU DKI Jakarta, Partono Samino, mengatakan, KPU DKI Jakarta, Jumat, menjawab somasi ke Partai Gerindra dengan menyatakan tetap berpegang pada putusan Komisi Informasi Daerah Jakarta.
KPU DKI Jakarta sudah melaksanakan keseluruhan putusan karena tidak ada isi putusan yang memerintahkan KPU DKI Jakarta memberikan salinan DPT dengan NIK terbuka kepada Partai Gerindra.
”Kami juga sudah minta penjelasan dari Ketua Komisi Informasi Daerah Jakarta, yang menyampaikan maksud putusan itu. Terbuka dimaknai bisa diakses orang tertentu, terbatas bagi yang diundang, dan ketat hanya berlaku di ruangan, tidak boleh diberikan untuk dibawa keluar atau difoto,” katanya.
Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan, KPU memberi bintang di empat digit terakhir NIK pemilih karena diminta Kementerian Dalam Negeri untuk melindungi data pribadi penduduk. Soal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Tidak termasuk
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sesuai Pasal 58 Ayat 4 UU Administrasi Kependudukan, setidaknya hanya lima jenis lembaga yang boleh mengakses NIK dan NKK. Partai politik tidak termasuk di dalamnya.
Secara terpisah, kuasa hukum DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Yupen Hadi, mengatakan, upaya somasi dilakukan berdasarkan putusan sidang Komisi Informasi DKI Jakarta yang memenangkan gugatan Partai Gerindra terkait permintaan pembukaan seluruh digit angka dalam NIK dan NKK.
”Dalam proses sidang di KIP, kami dimenangkan. Data itu normal bisa dibuka meski bersifat ketat dan terbatas,” ujar Yupen.