JAKARTA, KOMPAS – Pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana akan tetap berjalan di tempat untuk sementara waktu. Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah sepakat menunda pembahasan sampai Pemilihan Umum rampung pada April 2019. Alasannya, anggota DPR sudah tidak fokus menjalankan tugas legislasinya di tengah masa kampanye pemilihan legislatif.
Selain itu, ada beberapa isu dalam pembahasan RKUHP yang dinilai sensitif untuk dibahas di tengah masa kampanye pemilu karena bisa memunculkan kegaduhan. Beberapa di antaranya yang dianggap sensitif, pasal-pasal yang mengatur delik susila, seperti pencabulan sesama jenis atau pasal LGBT, zina, serta pasal penghinaan terhadap presiden.
Ada beberapa isu dalam pembahasan RKUHP yang dinilai sensitif untuk dibahas di tengah masa kampanye pemilu karena bisa memunculkan kegaduhan
Keputusan untuk menunda pembahasan itu diambil dalam rapat internal anggota dan pimpinan Komisi III, Rabu (28/11/2018). “Kami sepakat, pembahasannya nanti setelah pemilu, khusus untuk RKUHP saja, karena di situ ada isu-isu sensitif yang bisa saja dipolitisasi saat pemilu,” kata anggota Komisi III dan Panitia Kerja RKUHP dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani.
Meski demikian, menurutnya, pembahasan bukan berarti dihentikan. Sebab, panitia kerja RKUHP DPR dan Pemerintah tetap akan menampung masukan dari berbagai kelompok masyarakat terkait pasal-pasal yang saat ini masih menggantung. Selain itu, tim ahli dari DPR dan pemerintah sama-sama mematangkan rumusan pasal yang tersisa.
“Jadi, bukan berarti pembahasan benar-benar berhenti. Dengan demikian, nanti setelah selesai pemilu, bisa lebih cepat dibahas,” katanya.
Hampir final
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, pembahasan RKUHP sebenarnya sudah hampir final. Oleh karena itu, keputusan menunda pembahasan sampai selesai pemilu menurutnya tidak akan banyak berdampak pada target disahkannya RKUHP di periode 2014-2019 ini. Ia menjamin, RKUHP tetap akan dirampungkan pada Oktober 2019, begitu masa jabat DPR dan pemerintah berakhir.
“Sebetulnya pembahasan itu sudah hampir final, tinggal membersihkan, merapihkan, ada beberapa isu sensitif yang perlu dibahas, tetapi itu biar selesai pemilu saja dibahas,” kata Yasonna.
Alasan utama pembahasan ditunda, menurut Yasonna, adalah sulitnya memenuhi kuorum rapat-rapat pembahasan RUU, karena banyak anggota panja yang berhalangan hadir. Anggota DPR yang akan kembali maju di pileg lebih fokus berkampanye di daerah pemilihan (dapil) daripada menjalankan tugas kedewanan di Jakarta, seperti membahas RUU.
“Itu realitas politik, tidak apa-apa. Pengalaman kami dulu, sesudah pemilu tetap banyak RUU yang bisa diselesaikan. Kalau ada yang ogah-ogahan datang, kalau diperintah pimpinan fraksi juga tetap akan datang,” ujarnya.
Namun, tidak semua anggota Panja RKUHP ingin menunda pembahasan. Taufiqulhadi dari Fraksi Partai Nasdem mengkhawatirkan, penundaan dapat memperpanjang pembahasan, bahkan mengancam dipenuhinya target penyelesaian RKUHP. Kalau pembahasan RKUHP baru kembali dimulai pada April 2019, maka waktu efektif untuk membahas tersisa sekitar enam bulan.
Menurutnya, penundaan pembahasan RKUHP belum diputuskan secara resmi. Rencana itu memang ada, tetapi tidak terlalu mengemuka. “Seharusnya tidak ada penundaan. Bisa-bisa tidak selesai lagi pembahasannya,” kata Taufiqulhadi.