JAKARTA, KOMPAS — Selama dua bulan masa kampanye, popularitas isu sensasional dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden lebih dominan dibandingkan dengan isu substansial. Kedua pasangan dan tim kampanye didorong agar mengedepankan kampanye program kerja guna menaikkan tingkat elektabilitas.
Menurut hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, ada 14 isu yang sering dibicarakan publik. Namun, tidak ada program Joko Widodo-Ma\'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang masuk dalam daftar isu populer tersebut. Isu yang dimaksud antara lain penyelenggaraan Asian Games 2018, kunjungan Jokowi ke korban bencana di Palu dan Lombok, hoaks Ratna Sarumpaet, nilai tukar dollar AS yang mencapai Rp 15.000, serta pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Survei dilakukan pada 10-19 November 2018 dengan wawancara tatap muka dan kuesioner. Ada 1.200 responden yang terlibat dengan margin of error lebih kurang 2,9 persen.
”Pertarungan program antara kedua capres belum terlihat. Sebagai petahana, Jokowi diuntungkan dengan berbagai program yang sudah berjalan selama empat tahun kepemimpinannya. Di pihak penantang, belum ada satu pun program kerja yang terdengar masif di telinga publik selama periode awal kampanye,” kata peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Ada lima program kerja yang ditawarkan Prabowo-Sandi, antara lain wacana membuat program OK-OCE nasional, Gerakan Emas Minum Susu, dan wacana larangan impor. Semua program tersebut belum dikenal publik secara luas, kata Rully, karena rata-rata persentase publik yang mengetahui program Prabowo-Sandi kurang dari 30 persen.
Sementara itu, enam program usungan Jokowi-Ma’ruf dikenal publik dengan rata-rata persentase di atas 50 persen. Namun, dengan keunggulan itu, Rully menilai kampanye program-program tersebut belum maksimal. Buktinya belum ada program yang masuk dalam daftar isu populer.
”Kedua pasangan capres-cawapres sebenarnya mempunyai program yang disukai dan sangat bisa menambah elektabilitas. Namun, tim kampanye kedua pasangan kurang mengangkat program itu. Akibatnya, dua bulan masa kampanye program dikalahkan oleh isu sensasional yang tidak berpengaruh pada kenaikan elektabilitas,” kata Rully.
Efek elektoral
Isu populer memiliki efek elektoral terhadap kedua pasangan capres-cawapres. Menurut hasil survei, dari 14 isu, sebanyak 11 isu memiliki dampak elektoral yang positif terhadap Jokowi-Ma’ruf. Sementara itu, ada tiga isu yang berdampak positif terhadap Prabowo-Sandi. Dampak positif yang dimaksud adalah surplus elektabilitas terhadap pasangan capres-cawapres.
Walaupun berdampak pada surplus elektabilitas, hal itu tidak berdampak signifikan terhadap tingkat elektabilitas kedua pasangan. Per November 2018, tingkat elektabilitas Prabowo-Sandi adalah 31,2 persen, sedangkan tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf adalah 53,2 persen. Sementara itu, persentase pemilih yang belum menentukan pilihan adalah 15,6 persen. Pada Oktober 2018, tingkat elektabilitas Prabowo-Sandi adalah 28,6 persen dan Jokowi-Ma’ruf adalah 57,7 persen. Sementara itu, persentase pemilih yang belum menentukan pilihan adalah 13,7 persen.
”Pemilih yang belum menentukan pilihan biasanya adalah pemilih last minute. Mereka menunggu tawaran-tawaran yang dilakukan oleh kedua pasangan calon. Pilihan visi dan misi akan dijadikan preferensi terakhir bagi mereka,” kata Rully.
Rencana tim kampanye
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, pihaknya akan fokus mengampanyekan prestasi-prestasi yang telah dicapai Jokowi sebagai calon presiden petahana. Kampanye itu akan dilakukan dengan sistem pintu ke pintu atau door to door ataupun dengan menggerakkan para sukarelawan ke lapangan. ”Kami juga akan sampaikan program-program ini melalui media sosial,” kata Ace.
Saat dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Suparno mengkhawatirkan tendensi kedua pasangan yang menyuguhkan debat sensasional. Eddy menegaskan, pihaknya akan kembali berkampanye mengenai hal-hal yang dianggap substansial. Salah satu caranya melalui kampanye ke masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami.
”Kami tekankan bahwa kami (akan) kembali ke hal-hal yang sifatnya penting dan ingin di dengar, serta penting untuk diketahui masyarakat, yaitu program dan strategi yang akan dijalankan oleh pasangan calon nanti,” kata Eddy. (SEKAR GANDHAWANGI)