JAKARTA, KOMPAS – Pembenahan layanan birokrasi menjadi keharusan. Sebab, ketika layanan sulit dan lambat, masyarakat seakan dipaksa untuk menyuap. Masyarakat tak perlu memberi suap bila layanan birokrasi cepat, mudah, dan sederhana.
Wakil Presiden Jusuf Kalla secara sederhana menjelaskan kenapa korupsi selalu melibatkan pengusaha dan aparat birokrasi. Pengusaha mengutamakan kecepatan. Ketika layanan perizinan misalnya dilakukan secara lambat dan rumit, akhirnya pengusaha memilih membayar suap untuk mempercepat dan mempermudah proses.
“Kalau (layanan birokrasi) cepat, mudah, dan murah, pasti suap berkurang,” tutur Wapres Kalla dalam acara Apresiasi dan Penganugerahan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) tahun 2018 di Jakarta, Senin (10/12/2018). Hadir dalam acara ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Di sisi lain, lanjut Kalla, korupsi sekarang ini meluas akibat perubahan yang dibawa era reformasi. Desentralisasi membuat kewenangan untuk mengambil keputusan dan pemberian izin ada pada pemerintah daerah. Tanda tangan kepala daerah kini semakin berharga. Karenanya, semakin banyak kepala daerah tertangkap akibat korupsi. Sepanjang 2004-2018, setidaknya 79 kepala daerah ditangkap KPK.
Keseimbangan kewenangan antara legislatif dan eksekutif juga membuat anggota DPR semakin berperan dalam menentukan alokasi anggaran. “Kalau dulu (masa Orde Baru), DPR sekadar ketok palu. Sekarang, DPR debat dengan Menkeu dan lainnya sehingga ini menjadi celah untuk memberikan sesuatu pada DPR. Jadi ini karena perubahan sistem pemerintahan kita,” tutur Kalla.
Oleh karenanya, perubahan dan pembenahan perlu dilakukan untuk mengatasi korupsi yang menjalar ke mana-mana. Integritas dibangun. Birokrasi harus mampu melayani secara bersih, bukan sekadar bebas korupsi.
Sejauh ini, baru tujuh instansi pemerintah yang sudah menerapkan pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Ketujuh instansi ini adalah Kementerian Keuangan, BPK, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI. Wapres Kalla didampingi Syafruddin pun menyerahkan penghargaan kepada pimpinan ketujuh instansi ini. Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Luar Negeri yang mendorong pembangunan Zona Integritas di instansi yang dipimpinnya.
Zona Integritas ini adalah unit-unit kerja percontohan dari berbagai kementerian/lembaga bahkan instansi pemerintah daerah. Unit kerja percontohan kemudian dievaluasi tim penilai nasional. Perbaikan sistem dan tata kelola birokrasi yang dinilai adalah budaya kerja yang dibangun, manajemen sumber daya manusia, cara kerja yang efektif dan efisien, pengawasan dan pengendalian internal, transparansi, dan peningkatan kualitas pelayanan.
Selain itu, kata Syafruddin, unit kerja percontohan ini harus meningkatkan integritas individu dan organisasi serta kualitas layanan publik secara sangat baik. Selain itu, indeks persepsi antikorupsi dan indeks persepsi pelayanan publik harus berstandar tinggi.
Pada 2018, 910 unit kerja didaftarkan dievaluasi dari 195 kementerian/lembaga, satu pemerintah provinsi, dan 10 kabupaten kota. Jumlah ini melonjak dari 483 unit kerja pada 2017.
Dari 910 yang dievaluasi, sebanyak 200 unit kerja dinyatakan WBK dan lima unit kerja dinyatakan berpredikat lebih tinggi, yakni WBBM. Kelima unit kerja WBBM itu adalah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, KPPN Kotamobagu-Kementerian Keuangan, Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari-Kementerian Pertanian, Kepolisian Resor Kota Besar Medan dan Polrestabes Surabaya dari institusi Polri.
“Dari hasil evaluasi, kita tahu ada komitmen kuat dari kementerian/lembaga, pemda, dan jajaran birokrasi untuk berubah ke arah lebih baik, lebih bersih, lebih memberikan pelayanan berkualitas,” tutur Syafruddin.
Wapres Kalla pun mengapresiasi upaya unit-unit kerja percontohan ini. Diharapkan semua bisa menjadi teladan dan memberi harapan. “Meskipun banyak yang korupsi setiap hari, tapi banyak juga yang dicapai dalam perbaikan kerja setiap hari,” ujarnya.
Evaluasi unit-unit kerja percontohan ini, menurut Syafruddin, sekaligus menjadi barometer capaian reformasi birokrasi yang konkret, sistematis, berkelanjutan, dan terukur. Penyelenggara pemerintahan diharap terus memperbaiki diri. Dengan demikian, roda pemerintahan dijalankan dengan profesional, kerja keras, dan integritas kuat. Namun diakui, hal ini memerlukan upaya panjang dan kuat.