Pengawasan Independen dan Profesional Kunci Pemilu Kredibel
Oleh
Nina Susilo dan Antony Lee
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - menjadi bagian satu bagian penting dalam Pemilu. Untuk memastikan Pemilu berlangsung kredibel dan bermartabat, diperlukan pengawasan yang independen dan profesional.
Bawaslu dituntut mampu mengawasi secara independen dan profesional. Sebab, Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah memberikan kewenangan besar dan pengaturan kelembagaan yang kuat. Negara pun mengalokasikan anggaran sangat besar untuk pengawasan ini. Sebesar Rp 8,6 triliun disiapkan untuk semua pengawas pemilu di seluruh Indonesia.
“Bagaimana supaya pemilu kredibel dan tepercaya yang dulu namanya jurdil? Semua aspek harus diawasi dengan baik. Itulah tugas Saudara-saudara semua. Selain kewenangan diperluas, anggarannya besar, Rp 8,6 triliun. Kemendagri saja hanya Rp 4 triliun anggarannya pertahun. Kalau tidak berhasil, Anda mengecewakan masyarakat,” tutur Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Bawaslu di Jakarta, Senin (10/12/2018).
Hadir dalam acara ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, beberapa sekretaris jenderal partai politik peserta pemilu, dan tokoh lintas agama. Selain itu, hadir pula jajaran Bawaslu provinsi serta Bawaslu kabupaten/kota.
Dalam paparannya, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, alokasi anggaran Bawaslu tahun 2019 memang mencapai Rp 8,6 triliun. Anggaran ini akan digunakan untuk menunaikan tugas pengawasan. Publik juga perlu tahu penggunaan anggaran ini.
Pemilu 2019 diakui akan menjadi salah satu pemilu paling rumit. Sebab, setiap warga akan mendapatkan lima surat suara; untuk memilih presiden dan wakil presiden, untuk memilih DPR, memilih DPRD provinsi, memilih DPRD kabupaten/kota, dan memilih DPD.
Namun, kata Kalla, pemilu juga bukan barang baru untuk Indonesia. Sudah sebelas pemilu terselenggara, tiga pemilu presiden langsung, dan seribuan pilkada. Dari semua pemilu tersebut, patut disyukuri semua berlangsung relatif aman, ketimbang pemilu di banyak negara yang kerap diwarnai konflik dan pertumpahan darah.
“Bahwa ribut di dunia maya, silakan. Tapi setidaknya tidak ribut fisik. Apalagi aturan KPU/Bawaslu serba \'no\' sekarang ini, lebih banyak tidak bolehnya daripada boleh,” seloroh Kalla.
Kendati demikian, pengawas pemilu tetap perlu bertindak sangat profesional dan independen serta mengantisipasi pelanggaran. Sebab, persaingan akan sengit baik terjadi antarpartai maupun intrapartai. Di sisi lain, politik uang, politisasi agama, dan ujaran kebencian perlu dipantau benar.
“Kalau pemilu berhasil, berarti Anda berhasil mengawasi. Pengawas juga harus profesional dan independen, baru kita bisa menciptakan pemilu bermartabat dan kredibel,” tambah Kalla.
Pemilu yang bermartabat dan kredibel ini diperlukan. Sebab, dari pemilu yang demikian, diperoleh pula para pemimpin hasil pemilu yang bisa diterima dan dipercaya masyarakat.
Menurut Abhan, rapat koordinasi nasional pengawas pemilu itu diselenggarakan juga dalam konteks untuk memastikan Pemilu 2019 berjalan dengan baik. Sejauh ini, masih ada beberapa tahapan krusial yang perlu diawasi oleh jajaran Bawaslu, mulai dari rekapitulasi nasional daftar pemilih tetap hasil perbaikan hingga kampanye yang masih akan berlangsung hingga 13 April 2019.
“Secara umum kesiapan kelembagaan sudah memadai, sudah lengkap hingga ke tingkat desa dan kelurahan. Hanya saja memang, pengawas TPS dalam UU pemilu nanti baru akan mulai masa kerjanya 23 hari sebelum hari pemungutan suara sampai seminggu sesudah pemungutan suara,” kata Abhan.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menambahkan, upaya untuk menjaga Pemilu 2019 berlangsung aman dan bermartabat, sudah dilakukan dengan mendesain pencegahan politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan digunakan dalam kampanye. Bawaslu juga berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum serta institusi lainnya.
Selain itu, Bagja juga menyampaikan, Bawaslu mendorong ketidakpuasan dan konflik antarpendukung atau tim kampanye diarahkan ke Bawaslu melalui sengketa agar tidak justru menjadi konflik terbuka. Hal ini sudah terjadi selama Pilkada Serentak 2018 serta pada beberapa tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019.
“Potensi permasalahan juga kami coba buka lebih awal, sehingga bisa diselesaikan. Misalnya, DPT (daftar pemilih tetap) yang selalu disebut sebagai daftar permasalahan tetap juga diperbaiki sampai Desember 2018, menjelang cetak surat suara,” kata Bagja.