JAKARTA, KOMPAS - Dengan adanya polarisasi kubu pada Pemilihan Presiden 2019, pemilih perlu untuk diingatkan kembali terkait keindonesiaan. Pemilih yang berpegang terhadap keindonesiaan akan fokus kepada calon presiden dengan visi dan misi yang membawa kemajuan bangsa.
Sosiolog dari Universitas Indonesia Francisia Saveria Sika Ery Seda dalam diskusi di redaksi harian Kompas, Jakarta, Rabu (12/12/2018), mengatakan, pemilih dari seluruh lapisan masyarakat perlu menekankan sikap kritis ketika memilih.
“Pemilih harus sadar tanggung jawabnya, visi, dan cita-cita negara. Jadi, mereka tidak akan gampang untuk diadu domba,” kata Ery.
Pemilihan Presiden 2019 hanya menghadirkan dua calon presiden. Pasangan pertama adalah petahana Presiden Joko Widodo dan calon Wakil Presiden Ma\'ruf Amin. Sedangkan pasangan kedua adalah calon Presiden Prabowo Subianto dan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.
Menurut Ery, polarisasi kubu pemilih terjadi membuat pemilih dari masing-masing kubu menempatkan diri sebagai lawan kubu yang lain. Kondisi itu membuat pemilih tidak lagi fokus dengan visi dan misi yang dibawa oleh masing-masing pasangan calon.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro secara terpisah menyampaikan, partai politik juga bertugas untuk memberikan edukasi kepada pemilih untuk menumbuhkan rasa kecintaan kepada negara.
“Fungsi parpol adalah menciptakan iklim politik yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa, bukan pemilu yang kompetitif penuh dengan kebencian,” tuturnya.
Siti melanjutkan, rasa kecintaan akan mendorong rasa berpihak kepada bangsa. Itu dibutuhkan mengingat Pilpres 2019 yang hanya memiliki calon rentan dengan nuansa kompetisi dan kontestasi. Sedangkan pada sisi yang lain, Indonesia memiliki ragam suku, agama, dan ras yang membuat rentan untuk dipertentangkan.