JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum akan menunggu respons dari Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta terkait dengan pencalonannya pada pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah pada Pemilu 2019. KPU sudah mengirimkan surat menjelaskan bahwa jika ingin namanya masuk dalam daftar calon tetap DPD, maka Oesman Sapta lebih dahulu harus menyerahkan surat pemberhentian dari kepengurusan parpol.
Surat yang menjadi respons KPU atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu dikirimkan melalui alamat kantor DPP Partai Hanura pada Senin.
“Isinya sama seperti sudah disampaikan. Intinya kami melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi juga memberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk memberikan surat mundur dari kepengurusan partai politik,” kata anggota KPU Wahyu Setiawan saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Menurut Wahyu, dengan sudah dikirimkannya surat tersebut, maka KPU tinggal menunggu respons dari Oesman Sapta. Dalam surat itu, KPU juga memberikan batas waktu pemenuhan syarat menyerahkan surat pemberhentian dari kepengurusan parpol itu hingga akhir masa validasi surat suara DPD pada akhir Desember 2018. Jika ketentuan itu tidak dipenuhi, maka KPU tetap tidak akan memasukan Oesman Sapta ke DCT DPD.
“Karena kami memilih untuk menjalankan putusan MK. Jika kemudian ada permasalahan, ya kembali bahwa kami melaksanakan ketentuan MK. Kami juga tentu sudah siap dengan argumentasi hukum,” kata Wahyu.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK dalam putusan uji materi UU Pemilu menyatakan calon anggota DPD tidak boleh merupakan pengurus parpol. KPU kemudian merevisi PKPU Pencalonan DPD untuk mengadopsi ketentuan itu. Atas basis PKPU itu, KPU menyatakan Oesman Sapta tidak memenuhi syarat karena hingga jelang penetapan DCT DPD, ia tak juga menyerahkan surat pemberhentian dari kepengurusan parpol.
Permohonan uji materi Oesman Sapta terhadap PKPU Pencalonan DPD ke MA kemudian dikabulkan. MA menyatakan PKPU itu berlaku sepanjang tidak diberlakukan surut. Sementara itu, gugatan Oesman Sapta ke PTUN Jakarta juga dikabulkan. PTUN Jakarta memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Oesman Sapta ke DCT DPD.
Belum tahu
Kuasa Hukum Oesman Sapta mengaku belum mengetahui adanya surat dari KPU yang meminta pimpinan Partai Hanura itu untuk mundur dari posisinya sebagai pengurus partai bila ingin namanya dicantumkan ke DCT DPD. Terkait hal itu, pihak Oesman Sapta belum bersikap, dan masih menunggu tanggapan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas surat yang telah mereka kirimkan, Jumat lalu.
“Kami belum tahu soal itu (surat dari KPU). Kami masih menunggu jawaban dari Bawaslu. Hari ini (Selasa) kami menanyakan ke sana (Bawaslu), tetapi belum ada jawaban dari Bawaslu,” kata Gugum Ridho Putra, kuasa hukum Oesman.
Sebelumnya, Jumat pekan lalu pihak Oesman menyurati Bawaslu. Inti surat itu ialah meminta Bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan PTUN yang memerintahkan KPU agar mencantumkan nama Oesman ke dalam DCT. Dalam suratnya, pihak Oesman berargumen bahwa peran pengawasan itu menjadi kewenangan Bawaslu yang diamanatkan di dalam Undnag-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Surat ini kami ajukan sebagai tanggapan atas sikap KPU yang tidak kunjung melaksanakan putusan PTUN Jakarta. Padahal ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 mewajibkan KPU menjalankan putusan itu maksimal tiga hari setelah dibacakan,” ujar Gugum.
Ketua Bawaslu Abhan menuturkan, surat tersebut sudah diterima Bawaslu dan sudah dibahas. Bawaslu sedang menyiapkan surat balasan yang akan dikirimkan paling lambat Rabu. Namun, Abhan tidak berkomentar banyak mengenai hal itu, termasuk kemungkinan persoalan itu akan bermuara ke Bawaslu melalui jalur aduan pelanggaran administrasi atau sengketa.
“Kami akan menjawab surat itu sesuai dengan norma perundang-undangan. Memang kami berkewajiban, di UU Pemilu, untuk mengawasi putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dan mengawasi putusan peradilan,” kata Abhan.