Frekuensi Kampanye Menentukan

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Capres Nomor Urut 01, Joko widodo (kiri) dan capres Nomor Urut 02, Prabowo Subianto bergandengan tangan saat berjalan menuju tempat duduk usai Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Pasangan capres-cawapres menaruh harapan dari dukungan para relawan di saat partai koalisi juga harus berkkonsentrasi menghadapi pemilu legislatif.

JAKARTA, KOMPAS – Frekuensi kampanye Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin selama hampir tiga bulan masa kampanye Pemilu 2019, mirip dengan kompetitor, Calon Presiden Prabowo Subianto. Tidak intens turun berkampanye. Lebih banyak berkampanye dari kediaman. Padahal intensitas kampanye turut menentukan kemenangan.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga bagian dari Tim Kampanye Nasional Calon Presiden (Capres) Joko Widodo-Calon Wakil Presiden (Cawapres) Ma’ruf Amin, Muhammad Romahurmuziy, di Jakarta, Kamis (13/12), mengatakan Ma’ruf memang tidak didorong untuk intens turun berkampanye.

“Beliau lebih merupakan tokoh simbolik, untuk melambangkan Pak Jokowi tidak seperti yang banyak dituduhkan selama ini, sebagai capres atau Presiden yang anti-Islam,” katanya.

KOMPAS/A PONCO ANGGORO

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga bagian dari Tim Kampanye Nasional Calon Presiden (Capres) Joko Widodo-Calon Wakil Presiden (Cawapres) Ma’ruf Amin, Muhammad Romahurmuziy, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/12), menjelaskan strategi kampanye Ma\'ruf Amin di sisa sekitar empat bulan masa kampanye.

Seperti diketahui, Ma’ruf saat dipilih menjadi pendamping dari Jokowi, menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Dia juga menjabat Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Selain itu, sejak Ma’ruf dipilih, enam partai pengusung Jokowi-Ma’ruf sudah paham, tidak mungkin memaksa Ma’ruf intens turun berkampanye dengan usianya yang sudah lanjut. “Tidak mungkin Kiai Ma’ruf memiliki mobilitas tinggi seperti anak muda, tentu sangat berbeda, dan kita memaklumi itu,” ujarnya.

Menurut Romahurmuziy, frekuensi kampanye tertinggi Ma’ruf yang kini berusia 75 tahun, sejak kampanye dimulai 23 September lalu, adalah delapan titik dalam sehari. “Kalau dipaksa di atas jumlah itu, Pak Prabowo saja yang mantan tentara tidak bisa, masak Kiai (Ma’ruf) dipaksa di atas itu,” tambahnya.

Prabowo Subianto kini berusia 67 tahun. Sudah lanjutnya usia Prabowo juga disebut Romahurmuziy menjadi alasan Prabowo seperti Ma’ruf, tidak intens turun berkampanye.

Meski tidak bisa intens turun, kubu Jokowi-Ma’ruf tidak khawatir hal itu berpengaruh pada elektabilitas Jokowi-Ma’ruf. “Sebab saya kira pada pemilu ini, penetrasi yang paling efektif melalui media, tidak perlu kunjungan fisik,” katanya.

Selain itu, yang terpenting, gagasan dan konsep Ma’ruf jika kelak terpilih bersama Jokowi, tersampaikan ke publik.

LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA UNTUK KOMPAS

Seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tangerang Selatan bersalaman dengan kandidat wakil presiden nomor urut satu KH Ma\'ruf Amin (duduk, kiri) di Kediaman Ma\'ruf Amin di Jalan Situbondo Nomor 12, Jakarta pada Selasa (11/12/2018). Pada Kesempatan tersebut, PCNU Tangerang Selatan mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu Joko Widodo dan KH Ma\'ruf Amin.

“Yang penting konsep, gagasan, dan simbolisme yang diperlukan untuk mengukuhkan pasangan ini sebagai pasangan nasionalis religius sejati, tersampaikan ke publik,” ujarnya. Ini yang dilihatnya sudah sering dilakukan oleh Ma’ruf.

Sementara Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Salahuddin Uno, Ferry Juliantono, membantah Prabowo jarang kampanye karena faktor usia.

“Prabowo saat ada waktu, pasti keliling kampanye ke berbagai daerah, termasuk menghadiri undangan dan pertemuan di berbagai negara. Kalaupun di Jakarta, beliau padat waktunya untuk menerima kunjungan tamu dari berbagai kalangan,” katanya.

Sisa sekitar empat bulan masa kampanye, frekuensi kampanye Prabowo ke daerah-daerah pun akan diintensifkan. Ini karena Prabowo-Sandi melihat, menemui langsung masyarakat berkontribusi besar dalam meningkatkan elektabilitas. Hal itu diklaimnya telah ditunjukkan dari hasil kampanye selama sekitar tiga bulan terakhir, dengan tren peningkatan elektabilitas Prabowo-Sandi.

Meyakinkan pemilih

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi, kampanye tatap muka sebenarnya vital untuk memenangkan kontestasi di pemilu. Pasalnya dengan bertemu langsung, masyarakat akan merasa dihargai dan didengarkan. Jadi, mereka akan lebih mudah diyakinkan untuk memilih calon.

“Di setiap pemilu, proporsi terbesar meyakinkan pemilih dengan datang langsung ke pemilih,” katanya.

Namun dengan kondisi Indonesia yang luas, tidak mungkin calon mendatangi setiap daerah. Tidak peduli apakah calon tersebut, berusia lanjut atau tidak. Maka untuk mensiasatinya, bisa dengan berkampanye di daerah-daerah yang memang dinilai strategis untuk meraih kemenangan.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Calon wakil presiden Sandiaga Uno berkunjung ke Pasar Besar Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (23/11/2018). Selain mengecek harga, Sandiaga juga menyapa para pedagang dan pengunjung di pasar tradisional tersebut.

Opsi lainnya, kampanye-kampanye yang sifatnya simbolik. Misalnya berkampanye di pasar-pasar tradisional atau bertemu figur-figur tertentu, misalnya figur yang mewakili petani, pedagang atau ilmuwan.

“Kemudian kampanye simbolik itu diamplifikasi media, baik itu media konvensional atau media sosial. Jadi tergantung pula pada kapasitas tim sukses mengamplifikasi itu ke media. Kalau tidak, ya percuma, kampanye hanya menjadi peristiwa yang sekali muncul, tidak berimbas ke elektabilitas,” jelasnya.

Hal lain, bertumpu kepada tim sukses dalam mengkampanyekan calon atau figur-figur berpengaruh yang ada di setiap partai pengusung calon. Selain itu, bertumpu pula pada kampanye para calon anggota legislatif (caleg) dari setiap partai pengusung. Hanya untuk ini, tidak mudah, karena caleg sepertinya akan lebih fokus mengkampanyekan dirinya agar bisa terpilih.