JAKARTA, KOMPAS — Upaya peningkatan kesejahteraan di Papua perlu dibarengi dengan dialog komprehensif dengan pemangku kepentingan dan warga setempat. Hal itu akan membuat pembangunan yang dilakukan tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi dengan tema ”Bara di Tanah Papua” pada Jumat (14/12/2018) di Jakarta. Acara itu menghadirkan mantan Ketua Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) Mayor Jenderal (Purn) Bambang Darmono, anggota Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth, dan Tenaga Ahli Kedeputian Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Kantor Staf Presiden Theofransus Litaay.
Adriana berpendapat, saat ini pembangunan yang dilakukan di wilayah Papua seperti pembuatan Jalan Trans-Papua sangat masif dan akan berdampak positif pada masa depan. Kendati demikian, ia menilai, upaya itu juga memiliki dampak kurang baik. Kurangnya keterlibatan masyarakat setempat dalam konstruksi daerahnya berpotensi menimbulkan rasa tidak puas dari warga.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan LIPI, salah satu kelompok masyarakat di Tambrauw, Papua Barat, merasa pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya terlalu banyak. Warga setempat meminta kepada negara untuk menghentikan pengembangan yang terlalu modern.
Salah satu kelompok masyarakat di Tambrauw, Papua Barat, merasa pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya terlalu banyak.
”Ini menandakan adanya ketidaknyamanan yang bersumber dari kurangnya komunikasi antara pemerintah dan penduduknya. Ketidaksukaan seperti ini yang harus dihargai dan didengar oleh negara. Pembangunan di sebuah wilayah tidak bisa menuruti kerangka yang ditentukan oleh pusat,” ujar Adriana.
Hambatan ini dapat diatasi dengan mengadakan dialog antara Pemerintah Indonesia dan masyarakat yang berada di Papua. Mereka dapat bertatap muka dan membahas masalah yang menghambat pembangunan pada satu wilayah.
Adriana melanjutkan, saat ini pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat telah menyatakan kesediaan untuk berdialog baik dengan pemerintah pusat maupun kelompok-kelompok masyarakat. Adapun ia menilai pemerintah pusat belum memiliki realisasi yang jelas kendati mengatakan sudah berkomitmen.
Dengan melakukan pembicaraan, pemerintah dapat memetakan masalah dan solusi yang terjadi pada seluruh wilayah di Papua. ”Masalah yang dihadapi tiap suku atau wilayah pasti berbeda dan pastinya memiliki penyelesaiannya masing-masing. Konstruksi yang dilakukan negara akan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan penduduk,” ujarnya.
Bentuk kesepahaman
Hal itu diamini oleh Bambang. Adanya dialog yang intens dan kontinu dengan daerah seperti Papua akan membentuk kesepahaman antara seluruh pihak yang terlibat. Ia meminta pemerintah pusat agar dapat melakukan hal ini secara paralel dengan upaya pembangunan secara sosial, ekonomi, dan politik.
”Dengan berdialog, secara tidak langsung pemerintah pusat memberikan afirmasi kepada rakyat Papua bahwa mereka dilibatkan dalam pembentukan daerahnya. Saya yakin, jika dialog dan pembangunan dilakukan dengan baik, konflik-konflik dan masalah yang terjadi di sana (Papua) dapat berkurang dan bahkan selesai,” ucapnya.
Sementara itu, Frans mengungkapkan, ajakan komunikasi telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kepada pemerintah daerah dan warga Papua dan Papua Barat. Presiden juga telah bertemu dengan para tokoh masyarakat, kepala daerah, dan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP).
”Dari pertemuan tersebut, kami sudah sepakat akan melakukan dialog sektoral yang akan membahas masalah-masalah pembangunan di Papua,” kata Frans. (Lorenzo Anugrah Mahardhika)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.