JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum membuka peluang untuk memasukkan pemilih khusus yang mengelompok di tempat pemungutan suara dalam jumlah besar ke dalam daftar pemilih tetap Pemilu 2019. Hal ini dilakukan guna menjamin hak konstitusional warga dari kemungkinan tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena surat suara tidak mencukupi akibat banyaknya pemilih khusus.
Pemilih khusus merupakan warga yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) tahap kedua, tapi masih bisa menggunakan hak pilihnya di satu jam terakhir menjelang penutupan tempat pemungutan suara (TPS), dengan menunjukkan kartu tanda penduduk elektronik. Namun, mereka hanya bisa menggunakan hak pilihnya sepanjang surat suara masih tersedia. Pemilih dengan kategori ini akan dimasukkan dalam daftar pemilih khusus (DPK). Adapun, pada 15 Desember lalu, KPU sudah menetapkan hasil rekapitulasi nasional DPTHP II Pemilu 2019 berjumlah 192,8 juta jiwa.
“Pada pemilu sebelumnya, DPK didata di hari pemungutan suara. Sekarang kami percepat. Mulai pekan ini DPK mulai didata oleh jajaran kami di daerah. Masyarakat yang belum masuk DPTHP bisa mendaftar untuk masuk DPK ke jajaran kami di daerah,” kata anggota KPU Viryan Azis di Gedung KPU di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Menurut dia, pada prinsipnya KPU berpegang pada konstitusi untuk melindungi hak pilih masyarakat. Viryan juga menyampaikan saat ini KPU sudah menyusun revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pendataan Pemilih. Draf PKPU sudah sempat dikonsultasikan ke Komisi II DPR bersama dengan Pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu, tetapi masih akan dibahas lebih lanjut dalam forum konsultasi Januari mendatang. Dalam draf PKPU tersebut, KPU memasukkan klausul yang memungkinkan perbaikan DPT dilakukan apabila ada warganegara yang belum terdaftar di DPT dalam jumlah signifikan di TPS, sehingga terancam tak bisa memilih karena tidak mendapat akses surat suara.
Pendataan DPK lebih awal itu bertujuan untuk memetakan persebaran pemilih khusus. Apabila jumlah pemilih khusus dalam DPK masih bisa diakomodasi dengan cadangan surat suara yang mencapai dua persen dari pemilih terdaftar di TPS, maka mereka akan tetap masuk DPK dan menggunakan hak pilihnya di satu jam terakhir jelang penutupan TPS. Sementara itu, mereka yang akhirnya diputuskan masuk daftar pemilih tetap karena jumlahnya signifikan serta juga tidak bisa dijamin hak pilihnya melalui mekanisme redistribusi surat suara dari TPS terdekat, maka ia bisa memilih kapan pun tidak harus menunggu di satu jam terakhir.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan KPU atas masih adanya potensi warga yang belum masuk DPTHP akibat belum tuntasnya perekaman data KTP-el. Menurut dia, data Kementerian Dalam Negeri menyebut masih ada sekitar 2,6 persen dari penduduk wajib KTP-el yang belum menjalani perekaman data. Menurut Titi, jumlahnya cukup signifikan, bisa mencapai lima juta penduduk. Adapun, KTP-el menjadi basis bagi KPU dalam mendaftar hak pilih warga.
Viryan juga berharap Kementerian Dalam Negeri bisa mempercepat proses perekaman data KTP-el bagi warga yang jumlahnya sekitar dua persen dari jumlah penduduk wajib KTP-el tersebut.