JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum didorong untuk mempersiapkan Sistem Informasi Penghitungan Suara pada Pemilu 2019 sejak jauh hari guna memastikan keandalan sistem tersebut. Sebab, sistem yang dinilai sebagai salah satu keberhasilan Pemilu 2014 itu berperan penting dalam meminimalkan manipulasi dan meningkatkan transparansi.
Pada Pemilu 2014, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang menjadi wadah bagi KPU dalam mengunggah hasil pindai formulir C1 atau hasil penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) berhasil menampilkan 81,85 persen data C1 pada Pemilu Legislatif 2014. Sementara itu, pada Pemilu Presiden 2014, hasil pindai mencapai 99 persen.
Pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015, hasil pindai yang diunggah bisa mencapai 97 persen untuk pemilihan gubernur dan bupati/wali kota. Sementara pada Pilkada Serentak 2017, hasil pindai C1 yang berhasil diunggah mencapai 96,1 persen untuk pemilihan gubernur dan 89,9 persen untuk pemilihan bupati/wali kota. Hanya saja, pada Pilkada Serentak 2018, Sidalih sempat diserang peretas sehingga selama beberapa hari tidak dibuka untuk publik. Namun, hal ini tidak berdampak pada rekapitulasi perolehan suara karena hasil resmi direkapitulasi secara manual berjenjang.
”KPU perlu mengoptimalkan Situng karena faktor eksternal seperti peretas juga perlu menjadi perhatian. Kami berharap sistem informasi ini betul-betul bisa diselenggarakan untuk meminimalkan manipulasi dan meningkatkan transparansi publik dengan cepat,” kata peneliti senior Jaringan untuk Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dalam diskusi ”Situng dan Transparansi Hasil Pemilu 2019” di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, Ketua KPU Arief Budiman; juru kampanye nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Lena Maryana Mukti; dan juru kampanye nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Viva Yoga Mauladi.
Menurut Ferry, sistem informasi itu perlu dipersiapkan jauh hari sebab teknologi informasi membutuhkan waktu yang cukup untuk penyempurnaan, pengamanan, penyiapan infrastruktur, dan uji coba. Namun, KPU memiliki modal awal yang cukup karena sistem ini sudah terbentuk sehingga tinggal disempurnakan saja.
Ferry juga mengingatkan bahwa selain mendorong transparansi proses dan mencegah manipulasi, penggunaan Situng pada Pemilu 2014 juga mendorong partisipasi publik. Saat itu muncul gerakan kerelawanan dalam bentuk Kawal Pemilu yang mengakses hasil pindai C1 Pilpres 2014 dari KPU kemudian merekapitulasinya. Pada Pilkada Serentak 2015 dan 2017 juga muncul gerakan Kawal Pilkada.
Lena mengingatkan KPU agar mengonsolidasikan jajarannya supaya jangan sampai muncul perbedaan pemahaman terkait pindai formulir C1. Sebab, dia khawatir persoalan di penyelenggara pemilu kemudian akan digunakan untuk membuat tuduhan kepada petahana. Menurut dia, Situng yang tidak baik dan penyelenggara yang tidak baik bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik yang bisa berujung pada delegitimasi hasil pemilu.
Untuk menyambut Pemilu 2019, KPU sudah menambah kapasitas server sistem informasi serta menyiapkan alat pindai dan komputer yang saat ini sudah tuntas di 13 dari 34 provinsi di Indonesia. Selain itu, Arief juga menyampaikan, KPU sedang menambah kemampuan untuk menahan peretasan.
”Target kami, data (C1) TPS dalam lima hari sudah bisa diketahui. Jadi, lima hari setelah pemungutan suara, kami targetkan data sudah masuk ke server kami,” kata Arief.