JAKARTA, KOMPAS - Dua pasangan calon yang bertarung pada Pemilihan Presiden 2019 diharapkan melontarkan isu bernuansa positif ke publik. Pertarungan adu program dan visi-misi yang terukur ditunggu publik.
Hal itu mencuat dalam diskusi bertema "Indonesia Pascapemilu: Prabowo Kalah, Indonesia Punah?" yang diselenggarakan Lembaga Pemilih Indonesia di Jakarta, Jumat (21/12/2018). Dalam diskusi tersebut, pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan, perkataan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung sangat mempengaruhi simpati publik.
Untuk itu, ia berharap, kata-kata yang dilontarkan oleh capres dan cawapres adalah pernyataan yang membangun, bukan menakut-nakuti publik demi mendulang suara. "Komunikasi politik itu punya daya tarik untuk publik. Kalau hanya berbekal bombastis, itu tidak mencerdaskan publik," kata Emrus.
Menurut dia, selama kampanye, semua pihak baiknya mengumbar visi-misi dan program yang ditawarkan. Hanya melalui itu publik bisa mengukur apa saja yang akan dilakukan oleh kedua pasangan calon.
Sementara itu, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia Boni Hargens mengatakan, dalam berpolitik, perkataan yang dilontarkan tokoh politik adalah upaya untuk membangun persepsi masyarakat. Namun, menurut dia, dalam berpolitik praktis bukan hanya soal menang dan kalah.
"Dalam proses berpolitik, kita tidak membenarkan praktik kampanye yang menebarkan ketakutan," kata Boni.
Pernyataan Boni itu mengacu kepada pernyataan Prabowo saat Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul, Senin (17/12) lalu. Saat itu Prabowo mengatakan bahwa rakyat butuh perubahan. "Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah karena elite Indonesia selalu gagal melaksanakan amanah dari rakyat Indonesia," kata Prabowo saat itu.
Boni menilai, pernyataan tersebut bisa menimbulkan kecemasan. Ia mengatakan, kedua kubu seharusnya menguatkan visi dan misi masing-masing di mata publik. Menurut dia, kandidat yang memiliki visi dan misi baik akan membuat Indonesia semakin kuat di level kawasan dan dunia jika kandidat tersebut menang.
"Karena siapa pun yang menang nanti, Indonesia akan dan harus tetap kokoh serta kuat sebagai negara," kata Boni.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, kedua kandidat yang bertarung dalam Pilpres 2019 memiliki pola komunikasi dan metode kampanye yang berbeda. Ia melihat Prabowo-Sandi sampai saat ini memilih metode kampanye untuk menyerang melalui pernyataan-pernyataan di depan publik.
Sementara itu, kubu Jokowi-Ma\'ruf dinilai Ray sebagai antitesa kubu Prabowo, yakni menggunakan metode kampanye bertahan. Ia juga melihat belum ada upaya yang kuat dari kubu Jokowi untuk mencitrakan sesuatu untuk berusaha melakukan serangan.
Emrus Sihombing mengatakan, pola komunikasi kampanye kedua kubu ini bisa saja berubah di masa-masa mendekati pemilihan untuk meyakinkan pemilih. Namun, ia berharap metode kampanye yang digunakan di kemudian hari tidak membuat masyarakat cemas dengan situasi politik. Menurut dia, jalan untuk meyakinkan rakyat adalah dengan memberi program yang jelas dan terukur. (SUCIPTO)