JAKARTA,KOMPAS — Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPD, GKR Hemas, diberhentikan sementara sebagai anggota DPD. Badan Kehormatan DPD membantah pemberhentian tersebut bermotif politik. Hal sebaliknya dinilai oleh Hemas.
Selain Hemas, anggota DPD dari Riau, Maimanah Umar, juga diberhentikan sementara oleh Badan Kehormatan (BK) DPD. Sanksi pemberhentian sementara dari BK DPD disampaikan dalam Sidang Paripurna DPD, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Ketua BK DPD Mervin Sadipun mengatakan, sanksi dijatuhkan karena keduanya sudah lebih dari enam kali tidak hadir di Sidang Paripurna DPD. Tingkat kehadiran mereka di rapat-rapat lainnya di DPD juga rendah. Khusus Hemas, dia sudah 12 kali berturut-turut tidak hadir di paripurna.
Dengan tidak hadir dalam rapat-rapat itu, mereka dinilai tidak melaksanakan tugas sebagai anggota DPD. Salah satu yang terpenting adalah memperjuangkan aspirasi daerahnya. ”Jadi, kami tidak kasihan ke orangnya, tetapi kasihan ke masyarakat di daerah yang diwakilinya,” ujarnya.
Ditambah lagi, minimnya kehadiran anggota DPD dalam rapat ikut mencoreng marwah DPD. Maka, menjadi tanggung jawab BK DPD untuk menjatuhkan sanksi demi menjaga marwah tersebut.
Sebelum sanksi pemberhentian sementara dijatuhkan, BK DPD, menurut Mervin, sudah melayangkan teguran lisan dan tertulis. Namun, baik Hemas maupun Maimanah, tidak menggubrisnya. Oleh karena itu, BK sepakat menjatuhkan sanksi yang lebih keras.
”Sanksi pemberhentian sementara itu baru akan dicabut setelah Hemas dan Maimanah Umar meminta maaf,” katanya.
Permintaan maaf harus disampaikan di Sidang Paripurna DPD. Selain itu, harus disampaikan kepada masyarakat di daerah yang mereka wakili. ”Kalau itu dilakukan, sanksi dicabut,” tambahnya.
Motif politik
Mervin membantah dijatuhkannya sanksi kepada Hemas karena Hemas pernah berseteru dengan Ketua DPD Oesman Sapta Odang saat terjadi pergantian pimpinan DPD, April 2017.
Seperti diketahui, saat itu, jabatan Hemas sebagai Wakil Ketua DPD dicopot oleh mayoritas anggota DPD yang merupakan pendukung Oesman. Oesman kemudian terpilih menjabat Ketua DPD bersama dua wakil ketua baru, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis. Bukan hanya Hemas, Farouk Muhammad yang kala itu menjabat Wakil Ketua DPD ikut dicopot. Seusai dicopot, Hemas mencoba melakukan perlawanan hukum, tetapi gugatannya ditolak pengadilan.
”Tidak ada motif politik,” kata Mervin tegas. Sanksi pemberhentian sementara terhadap anggota DPD karena tak pernah hadir di rapat-rapat di DPD, menurut dia, sudah kerap dijatuhkan BK DPD. Ada anggota DPD yang kemudian meminta maaf setelah sanksi dijatuhkan. Ada pula yang memilih berhenti dari anggota DPD.
Lagi pula kalau memang motifnya politik, BK DPD pasti menjatuhkan sanksi untuk Farouk Muhammad. Namun, kenyataannya tidak ada sanksi untuknya. Mervin menilai Farouk, sekalipun bernasib sama seperti Hemas, tetap menjalankan tugas sebagai anggota DPD. Dia pun masih rajin ikut rapat-rapat DPD.
Sebaliknya, Hemas menilai sanksi terhadap dirinya merupakan upaya kubu Oesman menyingkirkannya. ”Memang cari masalah saja mereka. Padahal, saya sudah diam selama ini,” katanya.
Tudingan itu karena selama ini, sekalipun tidak hadir di paripurna, dia selalu menyampaikan surat izin. Izin karena saat sidang dia sakit atau waktu sidang bertepatan dengan tugas lain yang lebih penting yang harus dijalankannya sebagai anggota DPD. ”Jadi ketidakhadiran saya bukan tanpa alasan,” ujarnya.
Lagi pula praktik serupa menurut dia sering pula dilakukan banyak anggota DPD lainnya. ”Bukan hanya saya,” tambahnya.
Sanksi itu pun dinilainya janggal. Sebab jika mengacu pada Pasal 30 Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 4 Tahun 2017, anggota DPD diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara atau lebih atau dalam perkara tindak pidana khusus.
”Sementara saya tidak melakukan kesalahan-kesalahan itu,” tegasnya.
Oleh karena itu, Hemas menolak meminta maaf. Dia menilai dirinya tak pernah berbuat salah. Pemberhentian pun dinilai tidak tepat karena dia dipilih sebagai anggota DPD oleh rakyat sehingga BK DPD tidak berhak memberhentikannya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mendesak BK DPD membuka daftar hadir semua anggota DPD. Sebab, pengamatan Formappi, bukan hanya Hemas yang sering absen di rapat-rapat di DPD. Dibukanya daftar hadir itu pun untuk mematahkan pandangan keputusan BK itu hanya bagian dari upaya menyingkirkan Hemas terkait dengan perlawanannya terhadap Oesman dan kubu Oesman di DPD.