JAKARTA, KOMPAS – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mengambil sikap untuk membebaskan anggotanya menentukan pilihan pada Pemilihan Presiden 2019. Pemilihan Legislatif justru menjadi fokus utama agar wakil yang dicalonkan dapat lolos dan menuntaskan persoalan mengenai masyarakat adat.
Berbeda dengan Pilpres 2014, AMAN mendeklarasikan dukungannya untuk pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Bahkan, menurut, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam acara Catatan Akhir Tahun 2018 AMAN di Jakarta, Jumat (21/12/2018), seluruh masyarakat adat turut serta mengawal Pilpres 2014 agar tidak ada kecurangan dan membantu menjaring suara untuk pasangan Jokowi-Kalla.
“Saat ini, hal itu tidak mungkin kami lakukan. Kami ini swing voters sekarang. Susah untuk mengatakan akan mendukung Jokowi, karena nyatanya nawacita tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi mengenai masyarakat adat. Susah juga mendukung Prabowo, karena tidak ada patokan untuk dinilai,” kata Rukka.
Meski demikian, masyarakat adat tetap mengapresiasi penetapan 27.960 hektar hutan adat bagi 21 komunitas adat. Walau menurut Rukka, ada pemahaman yang keliru karena yang dipermasalahkan sesungguhnya adalah pengakuan wilayah adat. “Yang terpenting itu wilayah adat, bukan hutan adat. Hutan adat itu hanya merupakan bagian dari wilayah adat. Jadi, tidak sesuai sebenarnya,” ujar Rukka.
Untuk itu, pihaknya terus mendorong melalui terbitnya peraturan daerah dan SK Bupati di berbagai daerah melalui upaya para legislator daerah yang merupakan perwakilan dari AMAN. Sebab, harapan adanya Undang-Undang tentang Masyarakat Adat sebagai payung hukum dan legitimasi dari para masyarakat adat ini tidak kunjung terwujud.
“Buat AMAN, di tingkat daerah Pemilihan Legislatif menjadi lebih penting karena utusan kami yang asli ada di situ. Salurannya lewat partai politik untuk mendorong Perda dan SK Bupati. Setidaknya dari usaha itu, sudah ada 76 produk hukum daerah terkait wilayah adat. Peta wilayah adat seluas 9,6 juta hektar dari 785 komunitas adat juga diserahkan ke pemerintah saat itu, tapi nyatanya tidak muncul dalam one map Indonesia,” tutur Rukka.
Di sisi lain, AMAN juga menyoroti konflik di berbagai daerah menyangkut masyarakat adat yang urung tuntas. Bahkan perampasan wilayah adat dengan kekerasan yang berhadapan dengan kepentingan perusahaan sawit atau tambang masih terjadi. Berdasarkan catatan AMAN, setidaknya 152 komunitas masyarakat adat menghadapi konflik sepanjang 2018. Sebanyak 262 masyarakat adat bahkan dilaporkan ke pihak berwajib dan terkena jerat hukum.
Dalam kesempatan ini, anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf yang juga anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Eva Kusuma Sundari, berjanji regulasi terkait masyarakat adat akan segera diselesaikan. Ia juga menambahkan perlunya Undang-Undang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sebab, reformasi agraria yang sudah bergerak tetap akan terkendala dan berpotensi menghadapi sengketa apabila tidak ada aturan hukum mengenai RTRW Nasional yang dijadikan acuan.
Sedangkan Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan, pembangunan yang dilakukan pasangan dengan nomor urut 2 tersebut berupa pembangunan ekonomi dengan nalar lestari, bukan industrialisasi yang berdampak menggeser masyarakat adat. “Kami ingin membangun Indonesia, bukan membangun di Indonesia. Membangun Indonesia itu membangun masyarakat adat juga dan membangun nilai-nilai masyarakat adat juga,” ujar Dahnil.