Pemilu 2019 Jadi Momentum Mengevaluasi Wakil Rakyat
Oleh
A Ponco Anggoro
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Dengan kinerja DPR periode 2014-2019 yang dinilai buruk, Pemilu 2019 diharapkan dijadikan momentum publik untuk mengevaluasi anggota DPR yang mewakili mereka. Jika mereka memang tidak terlihat menjalankan tugas wakil rakyat, publik perlu menghukumnya dengan tidak memilihnya lagi di 2019.
Di Pemilu Legislatif 2019, sebanyak 529 dari total 560 anggota DPR periode 2014-2019 tercatat maju kembali.
Sementara berdasarkan penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), yang dipaparkan, di Jakarta, Jumat (21/12), hingga akhir tahun 2018, DPR 2014-2019 tidak menunjukkan kinerja yang baik. Indikatornya, target legislasi tahunan yang tak pernah bisa tercapai. Dari legislasi yang dihasilkan, kualitasnya pun buruk. Selain fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan anggaran juga tidak optimal dijalankan.
Sepanjang 2018 contohnya, dari 50 rancangan undang-undang (RUU) di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2018, hanya lima RUU yang bisa disahkan DPR bersama pemerintah.
Dari RUU yang disahkan itu, tidak sedikit yang justru menuai kritik publik, sehingga diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK pun membatalkannya. Sebagai contoh, revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yang sejumlah pasalnya mencederai demokrasi.
Kemudian dari fungsi anggaran, Formappi pun menilai DPR tidak kritis dalam melihat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2019 ataupun laporan pertanggungjawaban APBN 2017. “DPR cenderung mengiyakan sepenuhnya, menyetujuinya. Jarang muncul pikiran-pikiran kritis dari DPR,” kata Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma.
Dari fungsi pengawasan, peran DPR yang seharusnya mengkritisi pemerintah tak terlihat di sejumlah kasus yang menyita perhatian publik. Kasus itu diantaranya kasus gizi buruk di Asmat, Papua, kecelakan kerja di sejumlah proyek infrastruktur, hingga yang terakhir kejadian penembakan para pekerja pembangunan jembatan di Nduga, Papua.
Di sisa masa kerja anggota DPR 2014-2019 hingga akhir September 2019, Peneliti Formappi Lucius Karus tidak yakin kinerja DPR akan membaik. Apalagi di awal hingga pertengahan 2019, anggota DPR akan lebih fokus untuk Pemilu 2019.
“Mereka pasti akan lebih fokus kampanye untuk diri sendiri agar terpilih lagi, kampanye partai, dan kampanye capres/cawapres yang diusung oleh partai,” tambahnya.
Dengan kinerja DPR yang dinilai memprihatinkan tersebut, Lucius berharap publik lebih cermat saat memilih di Pemilu 2019. Jika yang hendak dipilih adalah caleg petahana, hendaknya pemilih mengevaluasi terlebih dulu sejauh mana caleg petahana itu menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. “Memilihlah dengan pertimbangan yang rasional, bukan emosional,” ujarnya.
Menurutnya, jika anggota DPR yang berkinerja buruk terpilih lagi, akan sulit membuat DPR lebih baik di periode selanjutnya.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI-P Utut Adianto mengatakan, setiap kritik publik, menjadi masukan yang berharga bagi DPR. Dari kritik itu, DPR akan terus memperbaiki kinerjanya.
Sebagai contoh dari sisi legislasi. Menurutnya, sudah tidak tepat jika DPR bersama pemerintah dipatok target jumlah penyelesaian RUU, setiap tahunnya. Apalagi target yang dibuat, bisa sampai 50 RUU setiap tahun, memang tidak sesuai dengan kemampuan DPR dan pemerintah menyelesaikannya.
“Ke depan ini harus diubah,” ujarnya.
Kalaupun ada target jumlah RUU yang diselesaikan setiap tahunnya, jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan DPR dan pemerintah. Namun yang lebih penting, DPR dan pemerintah harus memprioritaskan aspek kualitas dalam setiap pembahasan RUU, bukan berapa banyak RUU yang bisa dihasilkan.