Ahmad Saeroji (22) berusaha mendinginkan badannya dari panas yang menyergap di antara ribuan orang yang memadati halaman rumah Presiden RI ke-empat KH Abdurrahman Wahid di Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018) malam. Secarik kertas digerak-gerakkannya sebagai kipas, dan peci hitamnya sedikit didongakkan ke atas untuk memberi angin pada rambutnya yang berkeringat.
Matanya berupaya mendapatkan gambaran yang paling pas pada sosok KH Maimun Zubair atau Mbah Mun yang duduk di atas panggung bersama sederetan tamu dan orang dekat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia sesekali harus meminta awak media di depannya yang mengambil gambar supaya lekas-lekas duduk, karena ia ingin mendengarkan dengan lebih jelas ceramah Mbah Mun mengenai Gus Dur, dan pesan kebangsaan serta kemanusiaan yang dibawa cucu KH pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu.
“Saya mendengarkan cerita-cerita dari guru dan dosen saya soal Gus Dur. Saya hanya sempat melihat Gus Dur di televisi ketika saya kecil. Pembawaannya santai sekali. Kalau berbicara dengan orang dari kelompok mana pun tidak membeda-bedakan, gayanya ya seperti itu. Guru juga bercerita, Gus Dur itu orangnya zuhud, orangnya sederhana sekali,” ucap Saeroji, mahasiswa asal Majalengka, Jawa Barat, yang pernah menjadi santri di Brebes, Jawa Tengah.
Bersama ratusan lain kawannya dari UIN Syarif Hidayatullah, ia pergi menumpang kendaraan umum untuk menghadiri haul ke-9 meninggalnya Gus Dur di Ciganjur. Saat pengeras suara melantunkan syiir tanpo waton, yang acap kali juga dinamai shalawat Gus Dur, Saeroji asyik menikmati. Para hadirin spontan ikut menirukan lirik syiir tersebut.
Soal kenapa syair pujian itu dinamai sholawat Gus Dur juga belum pasti alasannya. Menurut sejumlah santri, nama itu disematkan karena Gus Dur kerap membawakan syiir itu di depan jamaah. Bahkan, ada juga yang mengatakan syiir itu karya Gus Dur. Terlepas dari misteri asal-usul syiir tanpo waton tersebut. Kidung itu memiliki makna yang dalam bagi warga NU. Kidung itu kerap dilantunkan dalam pengajian, tahlilan, atau kegiatan keagamaan lain di lingkungan NU. Syair pujian itu populer di akar rumput.
Pesan kasih, kedamaian, kerukunan, dan saling menghargai satu sama lain, dalam konteks hubungan antarsesama manusia atau hablumminanas itu sangat kuat dalam lirik pujian kepada Nabi Muhammad tersebut. Kedamaian dan sikap menerima apa yang datang dan pergi dalam hidup.
Sifat zuhud yang tidak mengutamakan kehidupan duniawi, di dalamnya terkandung kualitas untuk menerima apa yang hadir dalam hidup. Gus Dur, dalam pengetahuan Saeroji, seorang santri muda, adalah pemimpin dengan kualitas yang demikian. “Kalau menurut saya, Gus Dur tidak seperti kebanyakan pemimpin kita saat ini ya, yang terlibat korupsi. Kalau pemimpin korup, ya pasti sifat zuhud tidak ada padanya, sebab ia mengambil apa yang bukan haknya,” ujarnya.
Menanggalkan kekuasaan
Sifat zuhud Gus Dur itu tergambar saat ia menjadi pemimpin. Puteri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, menceritakan bagaimana bapaknya tidak mau mempertahankan kekuasaan mati-matian. Di hadapan hadirin, Alissa menceritakan alasan kenapa Gus Dur akhirnya memilih mundur, tahun 2001, ketika politik dalam negeri sedang mengalami masa transisi.
Saat politik dalam negeri memanas, Gus Dur mendengar ada rencana pendukungnya dalam jumlah besar akan datang ke Jakarta guna membela Gus Dur mati-matian. Gus Dur tidak menghendaki terjadinya pertumpahan darah, karena ia memikirkan bagaimana nasib rakyatnya bila hal itu terjadi. Ia melarang pendukungnya datang. Di hari ia meninggalkan istana, dengan mengenakan celana pendek dan kaos santai, Gus Dur melambaikan tangannya. Ia menanggalkan kekuasaan itu dengan ringan saja.
“Ya itulah Gus Dur, yang saya kira menjadi teladan penting bagi para pemimpin selanjutnya. Bahwasanya yang lebih penting dari kekuasaan dan politik adalah kemanusiaan. Sudah saatnya kita ingatkan pula kepada para pemimpin negeri ini untuk tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan itu demi kekuasaan semata,” ujarnya yang malam itu menjadi Ketua Panitia Haul ke-9 Gus Dur.
Kepedulian Gus Dur pada nilai-nilai kemanusiaan terlihat dari banyaknya orang yang merasa berutang padanya. Alissa menceritakan, beberapa hari setelah Gus Dur berpulang, seorang mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB) menemui keluarga Gus Dur. Ia ingin mengucapkan terima kasih karena berkat pertolongan Gus Dur, ia bisa terlepas dari hukuman mati di Malaysia.
Saat menjadi presiden, Gus Dur pulalah yang memiliki kekuatan untuk meminta maaf kepada rakyat Timor Timur, kini Timor Leste, atas peristiwa kelam di masa lalu. Begitu pula dengan penamaan Papua sebagai ganti Irian Jaya yang dianggap merendahkan jati diri warga Papua. Pemihakan tiada henti kepada kelompok marjinal pun menunjukkan kepeduliannya pada kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan latar belakang mereka. Sejarah mencatat, di zaman Gus Dur kelompok Tionghoa bisa bebas menjalankan adat dan budaya mereka.
Pemihakan kepada mereka yang terpinggirkan pun dilakukan sangat cepat. “Ketika ada masyarakat adat, atau orang rimba di hutan, saat mereka hendak tergusur karena program konservasi hutan, Presiden Gus Dur segera membuat Keputusan Presiden untuk menetapkan bahwa taman nasional tidak boleh diganggu, beserta orang-orang rimba yang hidup di dalamnya. Gus Dur menyadari masyarakat rimba hidupnya berada di dalam hutan, dan hidupnya berpindah-pindah, sehingga harus dilindungi negara,” kata Alissa.
Pengelolaan kekuasaan bagi Gus Dur berlandaskan pada prinsip keputusan seorang pemimpin seharusnya untuk kemaslahatan rakyatnya. Kekuasaan dikelola tidak untuk dilanggengkan, atau untuk memperkaya diri sendiri, atau bahkan untuk mendapatkan penghormatan. Tolok ukur dari pengelolaan kekuasaan ialah kemaslahatan rakyat. Gus Dur tidak selalu berhasil dalam menjalankan prinsip itu. Namun, Gus Dur terus berjalan terus apapun terjadi.
“Beliau berpesan, dalam kehidupan nyata dan perjuangan, kita ini bukanlah tokoh dongeng dan mitos yang selalu berani dan penuh sifat kepahlawanan. Kita mengenal rasa takut. Tetapi walaupun kita takut, kita jalan terus, dan kita melompati batas ketakutan kita itu. Mungkin di situlah harga kita ditetapkan,” urai Alissa.