Penguatan Lembaga Jadi Pekerjaan Rumah Pimpinan Baru
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak tujuh komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban periode 2019-2024 resmi bertugas. Pekerjaan rumah untuk memperkuat lembaga, prioritas kerja, dan kapasitas sudah menanti.
Presiden Joko Widodo melantik ketujuh anggota LPSK tersebut di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/1/2019) pagi. Ketujuh orang tersebut adalah Hasto Atmojo Suroyo, Brigadir Jenderal (Pol) Achmadi, Antonius Prijadi Soesilo Wibowo, Edwin Partogi Pasaribu, Livia Istania DF Iskandar, Maneger Nasution, dan Susilaningtias. Dari nama-nama ini, dua di antaranya adalah petahana, yakni Edwin Partogi dan Hasto Atmojo Suroyo.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai para anggota baru LPSK perlu memberi perhatian pada korban-korban pelanggaran HAM. Sebab, ada banyak korban pelanggaran HAM dengan kondisi yang berbeda. Ada yang mndapat rehabilitasi, bantuan medis, bantuan psikososial, tetapi banyak juga yang belum tersentuh. Selain soal prioritas, penguatan kapasitas LPSK juga dipandang perlu menjadi perhatian.
Maneger Nasution mengakui, sejauh ini kewenangan LPSK hanya melindungi saksi dan korban dalam kasus pidana. Kenyataannya, banyak juga saksi dan korban di dalam perkara-perkara perdata bahkan tata usaha negara.
“Contoh, kesaksian ahli yang dipandang merugikan bisa membuat mereka dibawa ke pengadilan dan dituntut Rp 1,3 triliun. Seorang whistle blower juga terancam diberhentikan atasannya. Ini perkara perdata dan TUN tapi semestinya LPSK bisa melindungi saksi dan korban di perkara-perkara ini,” tuturnya.
Sepanjang belum ada perubahan aturan perundangan, Maneger mengatakan LPSK tetap bisa menyiapkan terobosan untuk para saksi dan korban perkara-perkara tersebut. Namun, perlu ada sinergi dengan lembaga-lembaga lain. Misalnya, untuk pelanggaran HAM berat, kendati belum ada pengadilan HAM, Komnas HAM bisa membuat rekomendasi bahwa orang-orang tertentu adalah korban dan LPSK menjalankan fungsinya.
Penguatan kelembagaan LPSK di kalangan aparat penegak hukum juga dinilai penting. Edwin Partogi menyebutkan, hubungan baik dengan kepolisian dan kejaksaan akan mempermudah proses perlindungan saksi dan korban. Untuk itu, LPSK bisa mengupayakannya melalui kerja sama dengan kementerian/lembaga maupun organisasi kemasyarakatan lainnya.
Perluasan lembaga LPSK melalui pembentukan LPSK di daerah juga disampaikan Maneger. Diharapkan pada periode ini, bisa dibentuk setidaknya delapan LPSK daerah untuk mendekatkan LPSK dengan para saksi dan korban. Kendati demikian, hal ini akan menghadapi masalah anggaran dan sumber daya manusia. Sejauh ini, menurut Maneger, di LPSK, hanya ada 12 tenaga ahli dan PNS.