JAKARTA, KOMPAS - Setelah empat tahun ditangani Kejaksaan Agung, sembilan berkas kasus pelanggaran hak asasi manusia berat dikembalikan lagi kepada Komisi Nasional HAM. Untuk itu, pemerintah diharapkan menunjukkan komitmennya untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
”Secara substansi tidak ada kebaruan petunjuk dari Jaksa Agung,” kata komisioner Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional HAM, Mohammad Choirul Anam, saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Menurut Anam, dari pengembalian berkas itu, secara hukum tak ada kemajuan signifikan untuk mengubah penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM menjadi proses penyidikan di Kejagung.
”Selama empat tahun ada tujuh berkas di Kejagung, selain dua berkas kasus Aceh, tetapi tidak ada perkembangan apa-apa,” kata Amiruddin, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/komisioner Pemantauan dan Penyelidikan.
Amiruddin menambahkan, hingga kini hanya ada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menjadi landasan hukum penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sejauh ini belum ada kemajuan dari pihak Kejagung. Jika ingin mencari jalan lain seperti rekonsiliasi, pemerintah harus membuat undang-undangnya. Hingga kini, belum ada undang-undangnya.
Beka Ulung Hapsara, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, mengatakan, Komnas HAM pernah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Saat itu Presiden Joko Widodo menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Oleh karena itu, seharusnya tak ada alasan Kejagung untuk tak meneruskan kasus-kasus itu ke tingkat penyidikan.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menambahkan, ”(Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat) ini butuh kemauan politik pemerintah.”
Saat ini ada sembilan berkas kasus pelanggaran HAM berat yang belum selesai penuntasannya. Mulai dari peristiwa 1965-1966; kasus Talangsari, Lampung, 1989; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998; Wasior dan Wamena; peristiwa Simpang KAA 3 Mei 1999 di Provinsi Aceh serta kasus Rumah Geudong dan Pos Sattis di Provinsi Aceh.
Bukti masih minim
Menanggapi pengembalian berkas sejumlah kasus pelanggaran HAM berat ke Komnas HAM oleh Kejagung, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pengembalian tersebut sebenarnya telah disertai petunjuk. Namun, diakui, bukti-bukti pendukungnya masih minim. Oleh karena itu, Kejagung menyerahkan berkas perkara tersebut kepada Komnas HAM.
Prasetyo pun menawarkan penuntasan non-yudisial kasus para korban dan keluarganya agar dapat memperoleh keadilan. ”Ada pendekatan non-yudisial yang diatur dan lebih tepat,” kata Prasetyo, tanpa merinci. (IAN)