JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum masih memformulasikan sikap lembaga terhadap putusan Badan Pengawas Pemilu terkait dengan keikutsertaan Oesman Sapta Odang di dalam Pemilu 2019. KPU menilai masih ada waktu sampai Rabu (16/1/2019) bagi KPU untuk menyikapi putusan Bawaslu yang dibacakan Rabu pekan lalu.
“Nanti saja kalau kami sudah membuat surat keputusannya, baru kami publikasikan. Saat ini, kami masih sedang memformulasikan keputusannya. Besok adalah hari terakhir, makanya besok akan kami buat keputusannya,” ungkap Ketua KPU Arief Budiman, Selasa (15/1) di Jakarta.
Arief juga tidak bersedia mengungkapkan arah yang telah disepakati oleh anggota KPU terkait dengan putusan Bawaslu itu. Sebelumnya, anggota KPU Wahyu Setiawan mengungkapkan lembaga itu berpedoman pada asas hukum tertinggi, yakni konstitusi, dalam menanggapi putusan Bawaslu. Namun, bagaimana jelasnya sikap KPU tersebut, hal itu masih sedang diformulasikan (Kompas, 15/1/2019).
Kuasa hukum Oesman alias Oso, Gugum Ridho Putra, menuturkan, pihaknya menunggu sikap dari KPU. Andaikata KPU akhirnya tidak menjalankan putusan KPU, hal itu amat disesalkan mengingat Oesman Sapta telah menempuh berbagai jalur hukum, tetapi KPU sebagai penyelenggara pemilu mengabaikan begitu saja putusan pengadilan.
“Kami bingung, karena semua proses sudah kami lewati, mulai dari sengketa proses pemilihan umum dari Bawaslu ke PTUN, yang ujungnya kami menang, tetapi KPU tidak mau menjalankan. Lalu kami berproses ke laporan pelanggaran administratif, dan dimenangkan juga. Semua jalur hukum telah kami lewati. Tidak ada jalan-jalandi luar hukum yang kami ikuti. Dalam putusan Bawaslu, KPU kalah lagi,” kata Arief.
Melihat kondisi ini, Gugum melihat KPU berkali-kali mengabaikan putusan pengadilan, dan tidak menghargai lembaga negara. “Kami akan melaporkan kepada Bawaslu bilamana ada penolakan dari KPU atas putusan Bawaslu tersebut. Sesuai dengan UU Pemilu, Bawaslu bisa melaporkan tindakan KPU itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” kata Gugum.
Terkait dengan putusan Bawaslu, Gugum mengatakan, pada prinsipnya Oesman Sapta juga dirugikan karena diminta mundur oleh Bawaslu. Namun, bagi pihaknya, yang terpenting ialah Oesman Sapta menurut putusan Bawaslu bisa mengikuti pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD), karena namanya diperintahkan untuk dicatat di dalam daftar calon tetap (DCT).
Kronologi
Kasus Oesman Sapta bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang pada intinya menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak diisi fungsionaris partai politik. Putusan itu menjadi dasar KPU menyusun PKPU Nomor 26/2018 yang menjadi landasan untuk mencoret Oesman dari DCT. Ini lantas ditindaklanjuti dengan gugatan Oesman ke Bawaslu.
Pada 11 Oktober 2018, Bawaslu mengeluarkan putusan Nomor 005/ADM/BWSL/PEMILU/IX/2018 yang menyatakan pada pokoknya tidak ada pelanggaran oleh KPU atas sikap mereka tidak memasukkan Oesman ke dalam DCT. Oesman kemudian melakukan judicial review ke Mahkamah Agung serta menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Baik di MA maupun PTUN Jakarta, Oesman Sapta menang.
Pascaputusan PTUN Jakarta, KPU tetap tidak memasukkan Oesman Sapta ke dalam DCT. Atas keputusan itu, KPU dilaporkan ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran administratif. Pada 7 Januari lalu, Bawaslu memutuskan bahwa KPU melanggar administrasi pemilu. Bawaslu pun memerintahkan KPU memasukkan Oesman Sapta ke dalam DCT.