JAKARTA, KOMPAS Presiden Joko Widodo menyatakan, kemanusiaan menjadi alasan utama pemerintah membebaskan terpidana perkara terorisme, Abu Bakar Ba’asyir. Kebijakan yang menjadi perhatian berbagai pihak itu, menurut Presiden, juga diambil setelah mendengar masukan sejumlah pihak.
Presiden menjelaskan, pembebasan Ba’asyir, yang sudah dibahas pemerintah sejak awal 2018, dilakukan setelah mendengar pertimbangan, antara lain dari Kepala Polri, Menko Polhukam, dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra.
”Yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau, kan, sudah sepuh (tua), ya, pertimbangannya kemanusiaan, termasuk kondisi kesehatan,” kata Presiden di Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1/2019).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2011 memvonis Ba’asyir hukuman 15 tahun penjara. Ba’asyir yang kini berusia 80 tahun dinyatakan terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk membiayai pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.
Yusril yang juga Penasihat Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma’ruf Amin membenarkan, dirinya meyakinkan Jokowi untuk membebaskan Ba’asyir yang kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor. ”Presiden menegaskan kepada saya bahwa dirinya sangat prihatin dengan keadaan Ba’asyir,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya.
Yusril mengatakan, pembebasan Ba’asyir akan dilakukan secepatnya. ”Ba’asyir akan pulang ke Solo dan tinggal di rumah anaknya, Abdul Rahim, setelah bebas,” katanya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, keputusan membebaskan Ba’asyir karena alasan kemanusiaan sudah tepat.
Syarat
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami mengatakan, Ba’asyir sebenarnya sudah bisa bebas bersyarat sejak 13 Desember 2018. Sebab, dia telah menjalani dua pertiga masa hukuman.
Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, napi perkara terorisme yang ingin mendapat remisi dan pembebasan bersyarat setidaknya harus memenuhi dua kriteria. Pertama, menandatangani surat pernyataan setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, bersedia membantu pemerintah dalam penegakan hukum.
Budi Utami mengaku belum tahu rencana pembebasan Ba’asyir sudah memenuhi kriteria di PP No 99/2012 atau belum. ”Kami masih menunggu keputusan Presiden. Demikian juga dengan mekanisme pembebasannya,” katanya.
Sesuai pantauan Kompas, rencana pembebasan Ba’asyir, sejak kemarin, jadi perhatian berbagai media asing dan Tanah Air. (LAS/BOW/E02/E21/SAN)