JAKARTA, KOMPAS – Perizinan di bidang sumber daya alam rentan menjadi titik masuk terjadinya suap. Padahal, sektor sumber daya alam berperan sangat besar bagi kehidupan masyarakat maupun untuk pemasukan negara.
“KPK sangat serius mengatasi persoalan di bidang sumber daya alam karena beberapa hal. Kami tahu sektor ini lumayan korup dan rentan suap, yang masuk melalui izin. Padahal sektor ini menjadi salah satu sumber yang menghasilkan uang, yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan jadi pemasukan negara,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Namun, korupsi yang berhubungan dengan perizinan sumber daya alam masih terus terjadi. Sejumlah kepala daerah dan anggota legislatif daerah diproses hukum karena menerima suap dari pihak swasta dalam kasus perizinan sumber daya alam. Mereka antara lain, mantan Bupati Buol (Sulawesi Tengah) Amran Batalipu, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, serta mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) Rita Widyasari.
Mantan Bupati Konawe Utara (Sulawesi Tenggara) Aswad Sulaiman dan Bupati Kotawaringin Timur (Kalimantan Tengah) Supian Hadi juga diproses hukum karena menerima suap dalam memberikan izin usaha pertambagan di daerahnya.
“Upaya pencegahan sudah dilakukan. Bahkan pada tahun 2014 telah dideklarasikan Gerakan Nasional Penyelamatan SDA, yang ditandantangani 27 kementerian dan lembaga. Ada juga Rapat Koordinasi Minerba yang diikuti 6 Menteri dan 34 Kepala Daerah,” tutur Laode.
Hanya saja, Laode menuturkan, masalah itu memang tidak mudah untuk diurai. KPK tidak dapat sendirian mengatasinya karena penyelesaian masalah ini membutuhkan upaya lintas instansi.
Secara terpisah, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lais Abid menyampaikan, dari data ICW, ada 326 pelaku korupsi di sektor SDA yang diproses hukum pada periode 2010-2017. Dari segi jumlah, hal itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pelaku korupsi di pengadaan barang dan jasa.
Namun, kerugian negara yang diakibatkan dari korupsi di sektor SDA sangat besar. Kerugian negara dalam kasus yang menjerat Aswad, misalnya, mencapai Rp 2,7 triliun. Untuk kasus Nur Alam, kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun.
“Akibat dari korupsi SDA juga berkelanjutan dan masyarakat yang terkena dampaknya,” kata Abid.