BENGKULU, KOMPAS —Sidang tanwir Muhammadiyah mendorong terus munculnya narasi-narasi keagamaan yang damai sebagai narasi balik atas narasi keagamaan yang keras. Langkah itu merupakan implementasi dari prinsip wasathiyah atau tengah yang dipilih Muhammadiyah, baik dalam sikap keagamaan maupun politik.
Upaya mendorong narasi balik itu akan dirincikan dalam dua pendekatan atau instrumen. Pertama, instrumen konvensional atau baku seperti masjid dan pengajian. Instrumen lainnya berupa dakwah komunitas atau praksis sosial.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, tema mengenai narasi balik itu jadi salah satu hal yang dibicarakan dalam sidang tanwir Muhammadiyah yang berlangsung tertutup, Sabtu-Minggu hari ini.
”Tidak bisa dimungkiri, masjid dan pengajian masih menjadi titik sentral dari titik temu umat untuk belajar agama. Kami meyakini saat narasi agama yang damai itu hadir di masjid dan pengajian, pandangan agama yang keras itu akan berubah,” kata Haedar, Sabtu (16/2/2019), di Bengkulu.
Muhammadiyah akan menyapa dan mengajak berdialog berbagai komunitas sosial mengenai narasi keagamaan yang tidak hanya menumbuhkan kesalehan pribadi, tetapi juga menuntun orang untuk toleran pada perbedaan, mau berbagi, dan memiliki kesalehan sosial dalam hidup yang penuh keberagaman.
”Kini, ada dua hal yang dibutuhkan. Pertama, menyampaikan narasi balik bahwa Islam tidak seperti itu (ekstrem). Kedua, memberikan alternatif bahwa kita bisa hidup tanpa hoaks. Namun hidup dengan berita-berita yang menggembirakan, damai, toleran, dan jujur,” kata Haedar.
Mengambil jarak
Sidang tanwir juga membahas politik kebangsaan yang kini cenderung kian mengeras. Muhammadiyah secara tegas mengambil jarak dari politik kekuasaan. Agama dipandang perlu untuk menjaga jarak dari politik karena ketika keduanya bercampur akan menimbulkan kerusakan luar biasa jika disalahgunakan.
Tanwir juga mengingatkan pemerintah untuk menutup ruang kesenjangan ekonomi, sosial, dan budaya. ”Kesenjangan itu menjadi kondisi atau situasi yang bisa dimanfaatkan kelompok ekstrem. Menjadi tugas pemerintah dan semua kekuatan bangsa untuk menutup ruang itu, antara lain dengan mengatasi kemiskinan dan kesenjangan,” ujar Haedar.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, Muhammadiyah melalui tanwir ini menegaskan untuk terus mengambil peranperan kebangsaan, seperti yang selama ini telah diperankan persyarikatan tersebut.
”Di tahun politik ini, Muhammadiyah terus mengawal agenda kebangsaan tersebut (pemilu) dan secara kelembagaan tidak terjebak pada politik praktis sekalipun individu atau kader Muhammadiyah diberi kebebasan menentukan pilihannya. Kader didorong untuk ikut aktif menyukseskan pemilu,” katanya. (REK)