Pada Pemilu 2019, narasi pemilihan calon anggota legislatif seolah tenggelam dengan keriuhan pemilihan presiden dan wakil presiden. Di tengah kondisi ini, mulai muncul inisiatif kelompok masyarakat sipil membuat platform guna memudahkan pemilih mengakses informasi caleg. Sebuah inisiatif yang perlu terus digulirkan.
Dalam pemerintahan yang menganut konsep perimbangan kekuasaan alias trias politika, lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif punya peranan yang sama-sama penting. Maka itu, kendati pemilihan legislatif dan pemilihan presiden-wapres digelar bersamaan, seyogianya, pemilihan anggota legislatif juga mendapat perhatian yang sama dari pemilih.
Atensi masyarakat atas pileg yang menurun dikhawatirkan membuka peluang terjadi politik uang di masyarakat. Hal ini timbul karena kurangnya informasi pemilih dalam menyeleksi caleg berkualitas dan berintegritas.
Kekhawatiran ini lantas mendorong beberapa lembaga untuk membantu konstituen dalam menyaring caleg mana saja yang patut dipilih melalui platform daring atau aplikasi berbasis gawai. Inisiatif-inisiatif ini ”mendampingi” data profil caleg yang diunggah KPU RI melalui laman daring infopemilu.kpu.go.id.
Beberapa waktu lalu, lembaga kajian politik PARA Syndicate meluncurkan aplikasi berbasis Android bernama Calegpedia.id. Aplikasi ini menyediakan informasi mengenai caleg di seluruh Indonesia.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga membuat situs Pintarmemilih.id yang menghadirkan informasi terkait pemilu serta informasi para caleg.
Selain itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga turut meluncurkan laman daring bernama Rekamjejak.net pada Minggu (24/2/2019) di Jakarta. Berbeda dengan situs ataupun aplikasi sebelumnya, Rekamjejak.net fokus memperdalam informasi caleg petahana yang pernah bersinggungan dengan isu dan kasus korupsi atau pemberantasan korupsi.
Dianggap minor
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, gerak dari lembaga independen dan aktivis ini muncul karena khawatir pileg tenggelam oleh pilpres.
”Orang menganggap (pileg) merupakan pemilu minor, sedangkan pemilu mayornya adalah pilpres,” ujarnya.
Padahal, kata Yunarto, dengan sistem pemilu legislatif proporsional terbuka, peta pertarungan pemilu ada di tataran caleg, bukan hanya antarpartai politik. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran para aktivis apabila parlemen dipenuhi caleg tidak berintegritas karena hiruk-pikuk pemilu hanya berada pada tataran pilpres.
Kendati beberapa kelompok masyarakat sipil telah meluncurkan wadah informasi terkait caleg kepada publik, hal ini dinilai masih belum cukup.
Penulis buku dan pegiat literasi Maman Suherman mengatakan, besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia tak selaras dengan keaktifan publik mencari informasi caleg. ”Dari 143,26 juta pengguna internet, (bisa jadi) hanya 30 persen yang mengakses informasi mengenai caleg, sama dengan akses belanja secara daring,” katanya.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah berharap, penyedia informasi caleg bisa menyalurkan informasi itu melalui kanal lain. Hal ini dilakukan supaya penetrasi informasi caleg dapat menyasar audiens lebih luas.
Inisiatif ini tentu perlu terus digulirkan agar menjadi efek bola salju. Sebab, kualitas hasil pemilu sangat ditentukan pengetahuan para pemilih terhadap rekam jejak calon wakil mereka. (E14)